Katada

360 ribu hektar hutan di NTB rusak, Gubernur: hentikan pembalakan liar

Danramil 1608-05/Donggo Kapten Inf Sininot Sribakti bersama anggotanya mengamankan kayu ilegal di hutan tutupan negara di Desa Palama, Kecamatan Donggo, Kabupaten Bima.

Mataram, katada.id – Kerusakan hutan di NTB sudah masuk kategori parah. Dari 53 persen luas hutan NTB sudah banyak yang rusak akibat pembalakan dan kebakaran. Sampai Oktober 2020, kerusakan hutan di NTB mencapai 360.000 hektar.

Karena itu,  Pemprov NTB akan secara resmi melarang hasil hutan berupa kayu keluar dari Pulau Lombok dan Sumbawa. “Pemerintah melarang pengiriman kayu keluar NTB. Mudah mudahan akan mengerem pembalakan hutan terutama yang ilegal,” tegas Gubernur Dr Zulkieflimansyah dalam rapat terbatas bersama Forkopimda NTB dan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan di Pendopo Gubernur, Sabtu (24/10).

Moratorium penerbitan Surat Keterangan Asal Usul (SKAU) diharapkan dapat mengurangi kerusakan hutan NTB akibat perambahan. SKAU adalah dokumen angkutan yang menyatakan penguasaan, kepemilikan dan sekaligus sebagai bukti legalitas pengangkutan Hasil Hutan Hak (kayu bulat dan kayu olahan rakyat).

SKAU diterbitkan oleh Kepala Desa/Lurah atau pejabat setara/pejabat lain di desa tersebut dimana hasil hutan kayu tersebut akan diangkut. Pejabat penerbit SKAU ditetapkan oleh Bupati/Walikota berdasarkan usulan Kepala Dinas Kabupaten/Kota, Dalam hal Kepala Desa/Lurah atau pejabat setara/pejabat lain di desa tersebut berhalangan, Kepala Dinas Kabupaten/Kota menetapkan Pejabat penerbit SKAU.

Selain SKAU resmi, keterlibatan oknum juga ditengarai menerbitkan dokumen palsu. Oleh karena itu, pengawasan dan penjagaan pelabuhan oleh Tim Gugus Tugas Kehutanan dan aparat TNI/ Polri diperketat selama moratorium SKAU diberlakukan.

Hal itu sebagai salah satu upaya penyelamatan hutan yang kian mencemaskan akibat klaim hutan adat, illegal logging dan perladangan maupun kebakaran hutan. Apalagi sejak kasus pembalakan liar trend nya kian meningkat ditambah tindak pidana aksi anarkisme dan vandalisme petugas dan fasilitas kehutanan.

“Banyak daerah yang sudah kehilangan mata air karena hutan habis dibabat. Kasus penganiayaan dan perusakan fasilitas pemerintah juga makin serius,” ujar Gubernur.

Solusi lain dalam penanganan kerusakan hutan adalah penegasan peta wilayah yang boleh ditanami jagung oleh Dinas LHK, memperkuat Tim Gugus Tugas Kehutanan dan Illegal Logging dengan melibatkan masyarakat, tokoh agama, aktifis lingkungan dan organisasi untuk mendapatkan masukan yang sistemik dan komprehensif dalam identifikasi masalah hutan dan penanganan dari hulu ke hilir.

Rencananya, SK Gubernur No 522 – 205 Tahun 2018 tentang Satuan Tugas Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan akan dipimpin dan koordinasi langsung oleh Gubernur untuk mengatasi rentang kendali kewenangan yang jauh di kabupaten/kota.

Kepala Dinas LHK, Madani Mukarom mengatakan, dari 53 persen luas hutan NTB sudah banyak kawasan hutan yang rusak akibat pembalakan dan kebakaran. Kerusakan hutan di NTB mencapai 360.000 hektar sampai Oktober 2020 ini. “Kerusakan hutan terdiri dari illegal logging, peladangan hutan, penggarapan hutan adat, pembuatan pemukiman dan lain-lain,” paparnya.

Begitupula dengan trend tindak pidana kehutanan, progresnya meningkat dari 2016 ke 2020. “Tahun ini ada 37 kasus kehutanan dengan perusakan fasilitas dan penganiayaan aparat oleh oknum terduga pelaku”, kata Mukarom.

Kondisi hutan NTB sebut Mukarom disebabkan hal beragam. Di satu sisi rehabilitasi hutan dan lahan kritis dalam rangka penghijauan, di sisi lain perlindungan hutan. Keterlibatan TNI/ Polri langsung di kabupaten/ kota dengan garis komando Polda dan Korem secara terus menerus di titik rawan dapat meminimalisir aksi perusakan hutan.

Rapat terbatas dihadiri pula oleh Danrem 162 WB, Wakapolda, Kajati, Danlanal, Danlanud serta Sekda NTB bersama beberapa kepala OPD lain. (red)

Exit mobile version