MATARAM-Sidang kasus suap izin tinggal Warga Negara Asing (WNA) dengan terdakwa, Liliana Hidayat mulai digelar, Rabu (21/8). Dalam sidang itu terungkap rangkaian suap menyuap yang melibatkan eks Kepala Kantor Imigrasi (Kakanim) Mataram, Kurniadie.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), I Wayan Riana menguraikan peran terdakwa, yang juga Direktur PT Wisata Bahagia Indonesia (WBI) itu. Awalnya, terdakwa bersama rekannya Lie Lindawaty Tjitrokusumo bisnis property resort apartement atau Hotel Wyndham Sundancer di Lombok Barat (Lobar).
Untuk meningkatkan bisnisnya, pihak perusahaan mendatangkan Geoffery William Bower asal Australia, Manikam Katherasan asal Singapura, dan Michael Burchet. Namun ketiganya menyalahi izin tinggal.
Keesokan harinya, William, Manikam dan Manajer Hotel Wyndham Sundancer Joko Haryono diminta datang ke kantor imigrasi. Mereka menjalani pemeriksaan. William dan Manikam disebut melanggar pasal 122 Undang-undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian. Rencananya saat itu mereka akan langsung ditahan. Tetapi William dan Manikam saat itu sakit sehingga dibatalkan.
Pada 4 Mei, Joko, Manikam, dan William serta penasihat hukum mereka, Ainuddin dan Anton Zaremba dengan pihak Imigrasi di Hotel Sheraton Senggigi. Mereka meminta menyelesaikan kasus tersebut.
Pada 15 Mei, Liliana menemui Kurniadie di ruangannya atas bantuan Karo Ops Polda NTB Dewa Putu Maningka Jaya. Selanjutnya Kurniadie meminta terdakwa untuk berkoordinasi dengan Yusriansyah.
Liliana kemudian menemui Yusriansyah dan di situ terjadi negosiasi. Yusriansyah memberi kode dengan meminta terdakwa menuliskan angka di kertas kosong. ’’Terdakwa lalu menuliskan angka 350,’’ ungkap Riana dalam dakwaannya.
Selanjutnya, Yusriansyah menemui Kurniadie dan menyampaikan penawaran tersebut. Tetapi penawaran itu ditolak.
Seminggu berlalu, Imigrasi melakukan gelar perkara. Disimpulkan kasus tiga WNA dinaikkan ke tingkat Penyidikan. Imigrasi mengeluarkan Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP).
Karena khawatir, terdakwa melobi Yusriansyah untuk tidak melanjutkan ke proses persidangan. Terdakwa meminta dideportasi saja. Yusriansyah pun menemui Kurniadie. Saat itu, Kurniadie menyetujui dengan menyebut kode ’’500×3’’ (Rp 1,5 miliar). Setelah negosiasi diputuskan, Kurniadie mau menerima Rp 1,2 miliar.
Selanjutnya, uang diserahkan pada 24 Mei 2019 di Kantor Imigrasi Kelas I Mataram. Uang dengan nominal awal Rp 725 juta diberikan dengan cara menaruhnya di tong sampah depan ruangan Yusriansyah. Itu sesuai kode yang disampaikan Yusriansyah lewat tulisan di kertas kosong.
Kemudian uang kedua, dengan nominal Rp 473 juta turut diberikan dengan cara yang sama. “Sisanya Rp2 juta diserahkan di bandara ketika kedua WNA akan dipulangkan,” terangnya.
Dalam dakwaan itu, Liliana diancam pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pembertantasan Tindak Pidana Korupsi.
Penasihat hukum Liliana Hidayat, Maruli Raja Gukguk tidak mengajukan tanggapan atas dakwaan. Ia meminta persidangan dilanjutkan ke pemeriksaan saksi. (dae)