Mataram, katada.id – Mantan Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Lombok Utara berinisial SH sudah dua kali tidak menghadiri pemanggilan penyidik Kejati NTB.
tersangka korupsi proyek penambahan ruang operasi dan ICU di tahun anggaran 2019 diagendakan dilimpahkan kepada Penuntut Umum, Rabu (27/4/2022). Tetapi SH tidak bisa hadir dengan alasan sedang sakit.
Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati NTB Efrien Saputra belum menyampaikan penjelasan perihal alasan penyidik membatalkan agenda penahanan tersangka SH. Petugas piket pada Lobi Gedung Kejati NTB menyampaikan Efrien belum bisa ditemui karena sedang kurang enak badan.
Baca Juga: Tiga Tersangka Kasus Korupsi ICU RSUD Lombok Utara Ditahan
Sementara, penasihat hukum SH, Herman Surenggana menyampaikan kliennya batal menjalani penahanan karena alasan sakit. Sehingga dirinya yang mewakili kliennya hadir memenuhi agenda panggilan penyidik dengan membawa bekal surat keterangan sakit SH.
“Pagi tadi sekitar jam 09.00 Wita, surat keterangan sakitnya saya antarkan sendiri ke penyidik,” terangnya.
Dengan mengajukan surat keterangan sakit tersebut, Herman memastikan bahwa kliennya bukan menghindar dari proses hukum yang kini sedang berjalan di tahap akhir penyidikan jaksa.
Baca Juga: Tiga Tersangka Sudah Ditahan, Eks Direktur RSUD Lombok Utara Kapan? Ini Jawaban Jaksa
“Panggilannya itu memang untuk tahap dua, tetapi karena klien kami sakit, sakitnya itu stres, jadi kami minta tunda,” bebernya.
Herman pun memastikan kliennya akan hadir pada hari pertama usai masa cuti bersama selesai, yakni pada Senin (9/5) mendatang. “Tidak perlu tunggu panggilan lagi, kami langsung nyatakan ke jaksa tadi, kalau klien kami yang akan datang sendiri di hari pertama masuk, tanggal 9 Mei itu,” ungkap Herman.
Dalam kasus ini, jaksa penuntut umum telah menahan tiga tersangka, selain SH. Penahanan tiga tersangka dititipkan di Rutan Polda NTB. Yaitu pejabat pembuat komitmen (PPK) proyek berinisial EB, direktur konsultan pengawas dari CV Cipta Pandu Utama berinisial DD, dan direktur perusahaan pelaksana proyek dari PT Apro Megatama, asal Makassar, Sulawesi Selatan, berinisial DT.
Baca Juga: Tak Penuhi Panggilan Jaksa, Wabup Lombok Utara Beralasan Sakit
Sebagai pengingat, Proyek penambahan ruang operasi dan ICU ini terlaksana di tahun anggaran 2019. Proyek ini menelan dana APBD senilai Rp6,4 miliar.
Dugaan korupsinya muncul karena pengerjaannya molor hingga menimbulkan denda. Hal itu pun mengakibatkan adanya potensi kerugian negara Rp1,5 miliar. (aw)