Bima, katada.id – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Nusa Tenggara Barat (NTB) mulai menangani kasus dugaan korupsi anggaran tunjangan perumahan 45 DPRD Kabupaten Bima.
Kasi Penerangan Hukum Kejati NTB, Efrien Saputera mengungkapkan, pihaknya mulai menindaklanjuti laporan masyarakat tersebut. Langkah pertama dengan menelaah dokumen-dokumen terlebih dahulu. ’’Masih ditelaah dan diteliti laporannya,’’ terangnya.
Baca Juga: Dugaan Korupsi Anggaran Sewa Rumah DPRD Bima Dilaporkan ke Kejati NTB
Tidak hanya itu, jaksa juga mulai mengumpulkan bukti-bukti berkaitan tunjangan perumahan dewan tersebut. ’’Sedang Puldata (pengumpulan data) juga sekarang. Dokumen-dokumen yang diperlukan sedang kami kumpulkan,’’ ungkapnya.
Meski sudah masuk Puldata, Efrin mengaku, belum memulai pengumpulan keterangan terhadap para pihak terkait. Ia menegaskan, permintaan keterangan akan tetap dilakukan, namun ia tidak mengetahui siapa saja dan kapan mereka dipanggil. ’’Belum sampai ke tahap klarifikasi pihak terkait. Intinya, kasus ini ditindaklanjuti,’’ tegasnya.
Baca Juga: Anggaran Sewa Rumah 45 DPRD Bima Diduga Dikorupsi, Sekwan Bilang Begini
Sebelumnya, anggaran tunjangan perumahan dewan ini dilaporkan masyarakat ke Kejati NTB, Senin (7/11/2022). Mereka juga menyerahkan sejumlah dokumen kepada petugas Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Kejati NTB.
Dalam dokumen pelaporan itu, masyarakat melaporkan Sekretaris Dewan (Sekwan) dan 45 anggota DPRD Bima. Dalam uraian laporan, Pemda Bima mengalokasikan anggaran untuk sewa rumah anggota DPRD tahun 2021 sebesar Rp5,9 miliar. Dengan rincian setiap anggota dewan mendapatkan anggaran tunjangan perumahan totalnya Rp 132 juta per tahun.
Baca Juga: Sekwan: 45 Anggota DPRD Bima Hanya Diberikan Tunjangan Perumahan, Bukan Sewah Rumah
Tetapi, menurut pelapor, banyak anggota DPRD yang menempati rumah pribadi. Sehingga, pelapor menduga ada ketidakwajaran penggunaan dana tunjangan perumahan wakil rakyat tersebut.
Selain itu, pelapor juga menyebutkan bahwa total alokasi anggaran tunjangan perumahan DPRD selama dua tahun sebesar Rp11,940 miliar. Dari penggunaan anggaran belasan miliar itu, pelapor menduga ada indikasi tindak pidana korupsi sekitar Rp5 miliar lebih. (ain)
Baca Juga: Biaya ’’Tidur’’ 25 Anggota DPRD Bima Diduga Direkayasa, Uang Cair tapi Tak Nginap di Hotel