Pengadilan Tipikor Angkat Bicara soal Pemanggilan Bupati Bima di Persidangan Korupsi Saprodi Cetak Sawah Baru

0
Bupati Bima, Hj. Indah Dhamayanti Putri. (bimakab.go.id)

Mataram, katada.id – Bupati Bima Hj. Indah Dhamayanti Putri berpeluang dihadirkan di persidangan kasus dugaan korupsi Sarana Produksi (Saprodi) Cetak Sawah Baru tahun 2016.

Bupati Bima disebut menerima uang proyek Saprodi sebesar Rp250 juta. Hal itu disampaikan terdakwa Muhamad Tayeb saat membacakan eksepsi, pekan lalu.

Humas Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Mataram, Kelik Termigo menjelaskan, Majelis Hakim akan  mendengarkan terlebih dahulu keterangan saksi-saksi yang ada di berita acara pemeriksaan (BAP) perkara Saprodi Cetak Sawah Baru.

”Kalau Bupati Bima ada dalam BAP menjadi saksi, pasti akan dihadirkan oleh JPU (Jaksa Penuntut Umum),” ujarnya, Selasa (21/2/2023).

Namun Kelik belum mengetahui apakah Bupati Bima akan menjadi salah satu saksi yang akan dihadirkan dalam persidangan nanti. ”Kalau Majelis Hakim meminta dihadirkan di persidangan, tapi bupati tidak menjadi saksi yang ada di BAP, tidak bisa dihadirkan,” terangnya.

Baca Juga: Terdakwa Sebut Bupati Bima Terima Uang Rp250 Juta di Proyek Saprodi Cetak Sawah Baru

Dugaan Bupati Bima menerima aliran dana dari proyek Saprodi terungkap dari eksepsi terdakwa Muhamad Tayeb di Pengadilan Tipikor Mataram, Senin (6/2/2023). Mantan Kepala Dinas Pertanian, Tanaman Pangan dan Hortikultura (PTPH) Bima ini menyebutkan ada aliran dana kepada Bupati Bima.

”Adapun penyimpangan dalam tahapan pelaksanaan di lapangan, termasuk penyerahan uang oleh saksi Muhammad (terdakwa) sesuai BAP (Berita Acara Pemeriksaan) kepada Bupati Bima yaitu Indah Dhamayanti Putri SE sebesar Rp250 juta, maka bukanlah tanggung jawab terdakwa sebagai kepala DPTPH, akan tetapi tanggung jawab masing-masing yang melakukan tindak pidana,” ungkap terdakwa Tayeb.

Bupati Bima, Hj Indah Dhamayanti Putri membantah menerima uang proyek Saprodi cetak sawah baru sebesar Rp250 juta. “Silahkan dibuktikan dalam persidangan,” tegas bupati melalui Kabag Protokol dan Komunikasi Pimpinan Setda Bima, Suryadin, Selasa (7/2/2023).

Baca Juga: Disebut Terima Uang Proyek Saprodi Rp250 Juta, Bupati Bima: Silakan Buktikan

Bupati Bima menegaskan tidak tahu menahu mengenai aliran dana tersebut dan tidak terkait dengan tuduhan terdakwa Tayeb dalam persidangan.

“Karena ini sudah masuk ranah proses hukum oleh APH (Aparat Penegak Hukum), maka kita serahkan kepada  proses hukum yang akan menentukan terbukti atau tidaknya tuduhan tersebut,” ujarnya.

Sebagai informasi, terdakwa Tayeb secara bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi dengan dua orang lainnya, yakni Muhammad, mantan Kepala Bidang Rehabilitasi Pengembangan Lahan dan Perlindungan Tanaman Dinas PTPH Kabupaten Bima, dan Nur Mayangsari, Kepala Seksi (Kasi) Rehabilitasi dan Pengembangan Lahan (RPL) Dinas PTPH Kabupaten Bima nonaktif. Dalam perkara ini, Muhammad dan Nur Mayangsari turut berstatus terdakwa.

Baca Juga: Terdakwa Tayeb Siap Buktikan Aliran Uang Rp250 Juta ke Bupati Bima di Persidangan

Saat itu, Dinas PTPH mendapat alokasi anggaran Rp14,4 miliar dari Kementerian Pertanian RI untuk membantu meningkatkan produksi pangan di Kabupaten Bima. Ada 241 kelompok tani (poktan) di Kabupaten Bima masuk dalam daftar penerima bantuan dengan rincian Rp8,9 miliar untuk 158 poktan yang mengelola sawah seluas 4.447 hektare dan Rp5,5 miliar untuk 83 poktan dengan luas sawah 2.780 hektare. Penyaluran anggaran dikirim secara langsung ke rekening perbankan masing-masing poktan.

Pencairan dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama sebesar Rp10,3 miliar, 70 persen dari total anggaran Rp14,4 miliar, dan 30 persen pada tahap kedua dengan nilai Rp4,1 miliar.

Ketika anggaran tersebut telah masuk ke rekening pribadi poktan, Tayeb sebagai PPK mengeluarkan perintah untuk melakukan penarikan tunai kepada poktan. Uang tersebut diminta untuk dikumpulkan kembali di Dinas PTPH Kabupaten Bima.

Baca Juga: Bupati Bima Diterpa Dua Isu Terima Fee Proyek: Pengadaan Kapal Rp275 Juta dan Saprodi Rp250 Juta

Pengumpulan anggaran yang seharusnya dikelola mandiri oleh masing-masing poktan itu ditarik kembali atas perintah terdakwa Tayeb. Penarikan tidak dibuktikan dengan adanya nota penyerahan.

Setelah uang terkumpul dari poktan, atas perintah M. Tayeb, Muhammad bersama Nur Mayangsari melakukan pembayaran ke CV Mitra Agro Santosa yang beralamat di Jombang, Jawa Timur. Penunjukan CV Mitra Agro Santosa sebagai penyedia saprodi berada di bawah perintah Tayeb.

Barang-barang yang dibeli dari perusahaan tersebut antara lain, benih padi, pupuk, dan pestisida. Namun, ada beberapa item barang yang tidak bisa disediakan CV Mitra Agro Santosa sehingga ada yang dibeli dari perusahaan penyedia lokal.

Baca Juga: Tiga Pelaku Pembunuhan Anggota Satpol PP Bima Ditangkap

Nur Mayangsari sebagai bawahan Muhammad juga mendapatkan perintah membuat dua nota pesanan saprodi untuk CV Mitra Agro Santosa dengan rincian nota pertama sejumlah Rp8,9 miliar dan untuk pesanan kedua Rp1,7 miliar.

Pemesanan saprodi tersebut tidak sesuai dengan luas sawah kelompok tani yang terdaftar dalam petunjuk pelaksanaan. Sehingga terdapat kekurangan yang kini muncul sebagai nilai kerugian negara sebesar Rp5,1 miliar. (ain)

Baca Juga: Laga Perebutan Medali Emas Wushu Mataram vs Kota Bima di Porprov NTB Berakhir Ricuh

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here