Sumbawa, katada.id – Kejaksaan Negeri (Kejari) Sumbawa akan mengusut utang Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sumbawa pada tahun 2021-2022 senilai Rp 70,2 miliar. Utang puluhan miliar tersebut dilakukan RSUD kepada sejumlah rekanan pengadaan barang dan jasa.
“Pengusutan utang di RSUD sudah mulai kita lakukan. Salah satunya dengan pengumpulan data dan bahan keterangan,” terang Kasi Pidsus Kejari Sumbawa Indra Zulkarnaen, Kamis (26/10).
Dalam menyelidiki masalah utang ini, kejaksaan tidak hanya mengandalkan keterangan sejumlah rekanan yang belum dibayar. Melainkan ada juga Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2021-2022. “LHP BPK sudah kita pegang, tinggal kita dalami dari pemeriksaan para saksi,” sebutnya.
Pada LHP BPK tersebut juga menyatakan agar pejabat pembuat komitmen (PPK) bertanggung jawab atas temuan senilai Rp 70,2 miliar tersebut. “Kami masih harus dalami dulu atas kasus tersebut,” katanya.
PPK RSUD Sumbawa tahun 2021-2022 dijabat dr. Dede Hasan Basri, yang juga Direktur RSUD Sumbawa. “dr. Dede Hasan Basri menjabat sebagai Direktur RSUD Sumbawa sejak tahun 2018-2023,” ungkapnya.
Adanya utang RSUD Sumbawa di tahun 2021-2022 turut dibenarkan dr. Nieta Ariyani, yang menjabat sebagai Direktur RSUD Sumbawa sejak Februari 2023. Bahkan saat menjadi direktur, sisa saldo di RSUD hanya Rp 101 juta. “Utang rumah sakit pada dua tahun itu sebesar Rp 70,2 miliar,” bebernya saat dihadirkan sebagai saksi dalam perkara dugaan suap dan gratifikasi dengan terdakwa dr. Dede Hasan Basri.
Nieta meyakinkan adanya utang tersebut berdasarkan hasil rekonsiliasi dari BPK atas temuan 2021-2022. Ia menyatakan utang itu muncul dari beberapa rekanan, di antaranya PT Astragraphia Xprins Indonesia Rp 744 juta, yang sudah terbayar Rp 186 juta dan sisa Rp 558 juta.
Kemudian, PT Inovasi Medik Indonesia Rp1 51 juta belum dibayar. PT Eksa Medika Mandiri belum dibayar Rp 281 juta. PT Bumi Indah Sarana Meli Rp 552 juta. PT Bentek Rp 1,1 miliar. PT Gemaindo Mandiri Rp 779 juta.
Selanjutnya, tunggakan ke PT Herbal Medikal sebesar Rp 615 juta. PT SCPG Rp 2,5 miliar. PT Megah Alkasindo sisa Rp 1,8 miliar. “Jadi total utang yang belum terbayar hingga saat ini sebesar Rp 52,7 miliar dari total utang senilai Rp 70,2 miliar,” sebutnya.
Iapun meyakinkan, pembayaran terhadap utang tersebut mulai dilakukan sejak awal dirinya menjabat sebagai Direktur RSUD Sumbawa Februari lalu. Pembayaran utang itu karena saat akan membeli barang di E- Furchasing ditolak lantaran masih sisakan utang.
“Kita mulai bayar hutang itu karena saat kita pesan barang melalui metode E- purchasing tidak bisa kita lakukan, karena ada utang,” katanya.
Selain dari rekanan, tunggakan utang itu juga bersumber dari jasa pelayanan yang belum terbayar. Di antaranya, BPJS, Bansos, Covid-19 dan pembayaran terhadap obat-obatan juga ada yang belum dilunasi.
“Terhadap temuan utang tersebut, kita tengah berupaya untuk menuntaskannya sesuai dengan kondisi keuangan di RSUD Sumbawa,” pungkasnya. (ain)