Lebih Awal, Ratusan Warga Bima Salat Idul Fitri Hari Ini

0
Jamaah melaksanakan salat Idul Fitri yang digelar di halaman Pondok Pesantren Darul Ulumi Wal Amali, Kelurahan Ntobo, Kecamatan Raba, Kota Bima, Senin (8/4).

Kota Bima, katada.id – Ratusan warga Kota Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB) melaksanakan Salat Idul Fitri 1445 H, Senin (8/4). Jamaah yang diperkirakan 500-an orang merayakan kemenangan 1 syawal tersebut digelar di halaman Pondok Pesantren Darul Ulumi Wal Amali, Kelurahan Ntobo, Kecamatan Raba, Kota Bima.

Para jamaah bukan hanya berasal dari Kota Bima. Ada pula datang dari Kecamatan Wera, Sape, dan Kabupaten Dompu. “Kami mengawali 1 Ramadan pada 10 Maret. Jadi kita sudah berpuasa selama 30 hari,” ujar Muslimah, seorang jamaah sekaligus putri pendiri Ponpes Darul Ulumi Wal Amali, Ntobo H Muhammad Afandi.

Ia menyebutkan, jumlah jamaah yang melaksanakan salat Idul Fitri hari ini sekitar 500 orang. Selain santri Ponpes, terdapat juga warga biasa yang datang dari berbagai wilayah di Bima dan Dompu. “Sebagian besar kami (dengan jamaah) tidak punya hubungan keluarga, tapi antara kedekatan murid dan tuan guru,” terangnya.

Pelaksanaan salat Idul Fitri di Ponpes Darul Ulumi Wal Amali sama seperti shalat ied pada biasanya. Membedakan hanya penentuan waktu pelaksanaan. “Setelah salat kami halal bihalal dan makan bersama dan area Ponpes. Biasanya yang dari Dompu nanti juga bakal datang ke sini (Ponpes),” katanya.

Sebelumnya, Pimpinan Ponpes Darul Ulumi Wal Amali H Muhammad Afandi Bin HM. Ibrahim Al-Maqbul menerangkan bahwa penentuan Ramadan ada banyak cara. Metode hisabiyah menurut orang tuanya yang pernah belajar pada Syekh Abdul Hamid Bin Suhud di Makkah pada 1902 itu, terdapat dua metode penentuan 1 Ramadhan. Yakni, metode al-hisabiyah bil goibiah, yakni dengan melihat tanah dan tidak melihat bulan.

Kemudian, metode al-hisabiyah bi nadariah yakni dengan cara melihat tata letak bulan. Mulai dari tanggal 1 hingga pergantian bulan. “Yang kita pakai itu metode al-hisabiyah bi nadariah. Misalnya, ketika bulan di hari ke-7 letaknya di mana, begitupun dengan bulan hari ke-14 dan hari berikutnya,” ujarnya.

Penentuan 1 Ramadhan atau 1 Syawal menurut H Afandi tidak sepantasnya diperdebatkan. Dalam Alquran jelas disebutkan, ‘jika kamu sudah sempurna menghitungnya, bertakbirlah’.

“Yang repot itu orang tidak puasa. Bahkan sejak zaman Nabi Muhammad SAW perbedaan memulai puasa sudah biasa. Saya pernah baca salah satu kitab, di mana Rasulullah berpuasa di Madinah berbeda dengan masyarakat di Makkah,” jelas tuan guru yang akrab disapa Ince Fendo ini.

Penentuan Ramadan sudah jadi turun temurun melaksanakan puasa Bulan Suci Ramadhan hingga Idul fitri lebih awal. Cara hitungnya pun tidak asal-asalan. “Yang jelas saya tidak ikut mazhab idrisiyah, syadziliyah ataupun ahmadiyah. Saya beramanah ahlul sunnah waljamaah,” tandasnya. (tik)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here