Lombok Utara, Katada.id- DPRD KLU menggelar paripurna laporan pansus dan pendapat akhir fraksi-fraksi dewan terhadap perubahan Perda Nomor 13 tahun 2016, tentang tata cara pengisian, pengangkatan dan pemberhentian perangkat desa di KLU, Senin (1/4).
Paripurna ini dihadiri Wakil Bupati Lombok Utara Danny Karter Febrianto Ridawan, perwakilan anggota Forkopimda KLU, Asisten III Setda KLU H Usnul Ahadi, Seluruh Kepala OPD, serta undangan lainnya.
Sidang paripurna ini dipimpin oleh Ketua DPRD KLU Artadi, didampingi Wakil Ketua I H Burhan M Nur, dan Wakil Ketua II DPRD KLU Mariadi, serta disaksikan 23 anggota dewan lainnya.
Ketua Pansus Fajar Marta menyampaikan, mengoptimalkan Rancangan Raperda Perubahan atas Peraturan Daerah KLU Nomor 13 tahun 2016, untuk disesuaikan dengan beberapa ketentuan yang terdapat dalam Permendagri Nomor 67 Tahun 2017 tentang perubahan atas Permendagri Nomor 83 tahun 2015 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Perangkat Desa, maka Perda Nomor 13 Tahun 2016 tersebut perlu diubah untuk disesuaikan kembali.
“Hasil ini juga sesuai dengan hasil fasilitasi Pansus dengan Biro Hukum Setda Provinsi NTB, sebagai hasil pembahasan tingkat pertama,” tuturnya.
Di sisi lain, fraksi-fraksi DPRD KLU setuju Raperda nomor 13 tahun 2016 untuk diubah dan disesuaikan kembali dengan beberapa catatan didalamnya. Juru Bicara Gabungan fraksi Gerindra, PAN, Demoktat, PDI dan Golkar, Rianto mengatakan, Pemda segera mengatensi seluruh saran perubahan atas perda yang diajukan.
Pihaknya juga meminta Pemda memberikan penekanan pada perangkat desa melalui Peraturan Bupati, sehingga perangkat desa dapat menjalankan tugasnya tanpa tumpang tindih, Pemda diminta untuk melakukan sosialisasi terkait perubahan perda tersebut.
“Serta melakukan penertiban jam kerja aparatur desa dengan penerapan absensi kehadiran dengan absen digital,” ujarnya.
Sementara itu Wakil Bupati Lombok Utara Danny Karter Febrianto Ridawan menyampaikan Perda sebagai produk hukum yang dimiliki daerah, merupakan sesuatu yang inherent dengan sistem otonomi daerah.
“Karena sebagai konsekuensi dari sisten otonomi daerah itu sendiri yang bersendikan kemandirian dan bukan merupakan suatu bentuk kebebasan dalam satuan pemerintah yang merdeka,” jelasnya.
Kemandirian suatu daerah itu sendiri mengandung arti bahwa daerah berhak mengatur dan mengurus urusan rumah tangga pemerintahannya. Kewenangan mengatur agar daerah berhak membuat kebijakan dalam bentuk peraturan perundang-undangan dalam mendukung tugas dan fungsi penyelenggaraan pemerintah daerah.
“Patut kita syukuri bersama mengingat dalam proses pembahasan kali ini banyak hal yang perlu dituangkan dalam rangka optimalisasi dan meminimalisir terjadinya konflik dalam proses pelaksanaan pengisian, pengangkatan dan pemberhentian perangkat desa,” terangnya.
Ditambahkannya, urgensi perubahan Perda tersebut yakni untuk menyesuaikan kembali dengan beberapa ketentuan yang terdapat dalam Permendagri Nomor 67 Tahun 2017, tentang perubahan atas Permendagri Nomor 83 Tahun 2015, tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Perangkat Desa. (Ham)