MATARAM-Kejati NTB terus mendalami indikasi korupsi pengadaan lahan relokasi korban banjir Kota Bima di Kelurahan Sambinae. Tim penyelidik telah meminta keterangan pemilik lahan.
Dari situ, tim mendapatkan informasi mengenai dugaan markup harga pembelian tanah. Dari pengakuan pemilik tanah, satu are dijual dengan harga Rp 7 juta. Sementara, dalam kuitansi pembayaran yang ditandatangani pemilik lahan tertulis angka Rp 11,5 juta.
’’Dugaan markup ini juga akan menjadi item yang akan kami dalami,’’ kata Kasi Penkum dan Humas Kejati NTB Dedi Irawan, Jumat (28/6).
Ia mengaku, pihaknya sudah meminta keterangan pemilik lahan. Ada beberapa orang yang telah dipanggil dan diklarifikasi. Selain itu, Dedi mengaku, jika tim penyelidik sudah meminta kuitansi pembayaran dan rekening pemilik lahan.
’’Dokumen tersebut sudah kami dapatkan dari pemilik lahan,’’ ungkapnya.
Sebelumnya, salah seorang pemilik lahan Amirudin mengaku, saat menjual tanah tersebut, ia memasang harga Rp 25 juta per are. Namun, proses jual beli berakhir dengan kesepakatan harga Rp 7 juta. ”Kuitansi dari Pemkot Bima yang saya tandatangani ternyata tanah itu dijual Rp 11,5 juta,” ungkapnya.
Amirudin mengaku sudah menyerahkan rekeningnya. Termasuk bukti pembayaran lahan tersebut kepada jaksa. ’’Bukan hanya saya, pemilik lahan lainnya juga diminta hal yang sama,’’ tandasnya.
Pengadaan lahan relokasi banjir diketahui dilakukan BPBD Kota Bima. Anggarannya sekitar Rp 4,9 miliar. Lahan yang dibebaskan memiliki topografi miring di kawasan perbukitan. Namun, diduga dibayar mahal Pemkot Bima.
Sejauh ini, baru 5 hektare dari total tujuh hektare yang tuntas dilakukan pematangan lahan. Rencananya, lahan tersebut difungsikan untuk merelokasi warga di bantaran sungai. (dae)