Mataram, katada.id – Tanah milik Siti Hadija seluas 1,20 hektare di So Ule, Kelurahan Ule, Kecamatan Asakota, Kota Bima tiba-tiba disertifikat orang lain. Padahal, tanah kebun tersebut merupakan warisan dari keluarganya.
Kuasa Hukum Siti Hadijah, Setyaningrum Astuti Sutrisno menjelaskan, tanah tersebut telah lama dikuasai kliennya, bahkan telah ditanami pohon pisang serta dibangun sebuah berugak (saung).
”Jadi, lahan tersebut dikuasai klien kami sampai sekarang. Sudah ditanami pisang juga dan ada berugak,” jelasnya kepada wartawan di Mataram, Kamis (31/10).
Namun tanah milik Hadijah tiba-tiba disertifikat atas nama Amirudin tahun 2009. Setelah itu, Hadijah mengajukan keberatan dan meminta pembatalan sertifikat di BPN Kota Bima. ”Sudah diadukan sampai ke Kementerian Pertanahan tapi tidak ada titik temu sampai Amirudin wafat,” ungkap wanita yang akrab disapa Ningrum ini.
Karena tak ada kejelasan, Hadijah yang merupakan warga Penatoi, Kota Bima ini mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Mataram. Dalam proses gugatan itu terungkap bahwa ada dua sertifikat baru yang merupakan turunan dari sertifikat Amirudin. ”Jadi, sertifikat Amirudin tidak berlaku lagi, karena sudah ada dua sertifikat turunan,” jelasnya.
Dalam dua sertifikat baru tersebut teregister dengan nomor kohir 551. Sedangkan, tanah milik Hadijah tercatat dengan nomor kohir 556. ”Anehnya, nomor kohir berbeda, tapi di dua sertifikat baru itu mengambil juga lahan klien kami seluas 1,20 hektare,” ungkapnya.
Hadijah pun telah mengajukan pembatalan dua sertifikat tersebut ke BPN Kota Bima dan BPN. Dalam pengajuan itu, Hadijah melampirkan bukti kohir, keterangan dari Pemerintah Kelurahan Ule, dan Keterangan Waris. ”Sampai saat ini belum ada jawaban dari BPN,” katanya.
Parahnya lagi, ketika Hadijah dan Ningrum mengajukan pembatalan sertifikat malah dihardik oknum pegawai BPN Kota Bima. ”Orang BPN bilang ke saya, anak almarhum Pak Amirudin itu PNS dan jaksa. Sampai dibilang, Hadijah gak kapok-kapok ya,” sesal Ningrum mengutip ucapan oknum pegawai BPN Kota Bima itu.
Atas sengketa lahan ini, Hadijah pernah dilaporkan ke polisi. Hadijah dilaporkan Amirudin atas penggergahan tanah tahun 2022. ”Sampai disidang, klien kami divonis dua bulan dan jadi tahanan kota,” bebernya.
Ningrum juga menyoroti BPN Kota Bima yang dinilai terlalu terburu-buru menerbitkan sertifikat di atas lahan orang lain. ”Jangan terbitkan sertifikat yang alas haknya ndak jelas. Jangan asal menerbitkan sertifikat,” sorot Ningrum.
Seharusnya, kata Ningrum, BPN melihat terlebih dahulu riwayat tanah. Jangan hanya dengan surat penguasaan tanah atau SPPT lalu diterbitkan sertifikat. ”BPN harus teliti dulu, cek-cek dulu surat dan saksi-saksi,” terangnya. (din)