Mataram, katada.id – Anggota Komisi I DPRD NTB, Suhaimi, menilai pernyataan anggota Panitia Seleksi (Pansel) Pengurus Bank NTB Syariah, Prof. Zainal Asikin, berpotensi menjadi framing yang manipulatif.
“Perbaikan sistem seharusnya memperkuat institusi, bukan jadi alat menggembosi individu,” tandas Suhaimi di Mataram, Kamis (24/4).
Ia menyebut pernyataan Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Mataram itu sebagai bentuk logika terbalik yang berbahaya. Tak hanya menyesatkan publik, tapi bisa merusak proses demokratis dalam rekrutmen pejabat publik.
Pernyataan Prof. Asikin yang dikutip luas media massa telah membuat gaduh. Ia menyebut para petinggi Bank NTB Syariah saat ini tidak diperkenankan mendaftar kembali karena adanya instruksi Gubernur NTB Lalu Muhamad Iqbal untuk merombak total jajaran direksi, komisaris, dan Dewan Pengawas Syariah.
“Pernyataan publik seperti yang disampaikan Prof. Asikin tersebut berpotensi menjadi framing yang manipulatif, dengan beberapa kemungkinan motif,” ujarnya. Salah satu yang dibaca publik adalah adanya upaya menutup peluang pengurus lama tanpa evaluasi objektif.
Suhaimi juga menyinggung potensi penggiringan opini publik untuk mendukung figur tertentu dalam seleksi ini. Bahkan, menurutnya, seolah-olah perubahan personel otomatis berarti perbaikan.
“Tanpa menyodorkan data objektif kinerja atau hasil audit independen, pernyataan Anggota Pansel tersebut telah menyimpulkan buruknya jajaran lama secara generalisasi,” kritiknya.
Ia juga memperingatkan, jika rekrutmen digunakan untuk menyudutkan kandidat lama tanpa dasar audit atau evaluasi terbuka, maka rekrutmen Bank NTB Syariah gagal menjadi sarana perbaikan. Justru menjadi alat pembunuhan karakter.
“Reformasi tidak membutuhkan korban yang dikorbankan tanpa pengadilan yang adil,” tegasnya.
Suhaimi bahkan menyebut Pansel telah menabrak prinsip good governance—transparansi, akuntabilitas, partisipasi, dan non-diskriminasi. Alih-alih transparan, pansel justru dianggap menebar opini tanpa dasar, yang justru menimbulkan kebingungan publik.
“Jadi sekarang publik NTB bertanya. Pansel ini bekerja dengan basis transparansi atau manipulasi,” tandas Suhaimi.
Ia khawatir, cara kerja Pansel bisa berisiko pada stabilitas kelembagaan bank, menurunkan kepercayaan SDM internal, dan menyuburkan budaya politik kekuasaan alih-alih profesionalisme.
Tak Ada Larangan di Undang-Undang
Suhaimi membeberkan, tidak ada satu pun aturan yang melarang pengurus lama untuk ikut kembali dalam seleksi.
“Dalam aturan-aturan ini, tidak ada yang menyatakan eksplisit larangan orang untuk mendaftar kembali sebagai pimpinan Bank/BUMD kecuali terkait rangkap jabatan, integritas dan rekam jejak,” tandas Suhaimi.
Ia merujuk pada PP 54/2017, UU 23/2014, Permendagri 50/1999, dan regulasi perbankan lainnya yang memperbolehkan pengurus lama mendaftar kembali selama memenuhi syarat integritas dan tidak rangkap jabatan.
Lebih jauh, Suhaimi menyebut kinerja Bank NTB Syariah saat ini justru positif, berdasarkan laporan keuangan yang telah diaudit dan disetujui OJK.
Dari sisi rasio keuangan seperti CAR, NPL, LDR, hingga BOPO, kata dia, menunjukkan tren yang sehat. “Jadi tak ada dasar melarang mereka kembali ikut seleksi,” tegasnya.
Bahkan ia menyindir, belum tentu pengurus lama juga ingin mendaftar kembali. “Bisa jadi tidak ada juga pengurus lama yang akan mendaftar,” cetusnya.
Suhaimi pun mengingatkan Gubernur untuk tidak bertindak atas dasar pribadi dalam proses rekrutmen. Karena posisinya sebagai pemegang saham pengendali mewakili institusi, bukan kehendak personal.
“Pengurus Bank NTB itu bukan tentang siapa yang disukai Gubernur. Tapi tentang siapa yang paling layak,” tutupnya. (red)