Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Hukum dan Kriminal

Pengusaha Pemesan Siswi SD Open BO di Mataram Ditetapkan Tersangka, Sekali Layani Dibayar Rp8 Juta

×

Pengusaha Pemesan Siswi SD Open BO di Mataram Ditetapkan Tersangka, Sekali Layani Dibayar Rp8 Juta

Sebarkan artikel ini
ilustrasi (google)

Mataram, katada.id – Kasus prostitusi yang melibatkan anak di bawah umur kini memasuki babak baru. Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Nusa Tenggara Barat (NTB) menetapkan dua orang tersangka dalam perkara prostitusi daring (open booking online atau BO) yang melibatkan seorang siswi sekolah dasar (SD) berusia 14 tahun.

Yang mengejutkan, pelaku utama adalah kakak kandung korban sendiri, berinisial ES (22), yang menjual adiknya kepada seorang pengusaha berinisial MAA (51), warga Kecamatan Cakranegara, Kota Mataram. Akibat peristiwa memilukan ini, korban bahkan melahirkan bayi prematur.

Example 300x600

Kepala Subdirektorat IV Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Ditreskrimum Polda NTB AKBP Ni Made Pujawati menjelaskan bahwa penetapan status tersangka dilakukan setelah proses penyidikan mendalam.

“Tersangka ES melibatkan adiknya sendiri untuk bertemu dengan seorang pria di hotel wilayah Kota Mataram. Setelah permintaan dari MAA, pertemuan diatur dan berujung pada persetubuhan,” ujar Pujawati.

Penyelidikan mengungkap bahwa peristiwa tersebut terjadi sekitar Juni 2024. MAA secara langsung meminta “orang baru” kepada ES untuk memenuhi hasrat seksualnya. ES kemudian menyerahkan adiknya yang masih di bawah umur, dan menerima uang sebesar Rp8 juta sebagai imbalan.

“Setelah anak korban dibawa dan terjadi peristiwa di hotel, tersangka MAA memberikan uang kepada ES. Ini jelas bentuk eksploitasi ekonomi dan seksual terhadap anak,” tegas Pujawati.

Berdasarkan temuan dan keterangan para pihak, Ditreskrimum Polda NTB menetapkan ES dan MAA sebagai tersangka. Mereka dijerat dengan Pasal 12 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) atau Pasal 88 junto Pasal 76i UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.

“Keduanya terancam pidana maksimal 12 tahun penjara. Saat ini mereka masih menjalani proses pemeriksaan lebih lanjut,” terang Pujawati.

Kasus ini menjadi bukti nyata bahwa eksploitasi anak bisa terjadi bahkan di lingkungan terdekat. Kepolisian mengajak masyarakat untuk lebih peka, terutama terhadap anak-anak yang menunjukkan tanda-tanda gangguan fisik atau psikis tanpa sebab jelas.

“Kami mengajak masyarakat tidak segan melapor bila menemukan indikasi kekerasan atau eksploitasi anak. Keterlibatan publik penting untuk menghentikan rantai kejahatan ini,” pungkas AKBP Pujawati. (red)

Example 300250

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *