Kota Bima, katada.id –Tersangka kasus narkoba Ernawati alias Ewa mempraperadilkan Polres Bima dan Kodim 1608/Bima. Sidang perdana bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Raba, Kota Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB), pada Selasa (10/6).
Sidang ini mempertanyakan keabsahan penangkapan, penahanan, hingga penetapan status tersangka oleh Polres Bima.
Dalam sidang tersebut, Bidang Hukum (Bidkum) Polda NTB hadir memberikan dukungan hukum penuh kepada Polres Bima selaku pihak termohon.
Kabid Humas Polda NTB, Kombes Pol. Mohammad Kholid menjelaskan bahwa kehadiran Bidkum adalah bentuk tanggung jawab institusional dalam memastikan proses hukum berjalan sesuai ketentuan perundang-undangan.
“Pemberian bantuan hukum ini adalah bagian dari langkah Polda NTB dalam menghadapi tantangan hukum yang juga menyeret nama Kapolres Bima, Kapolda NTB, hingga Kapolri,” ujar Kombes Kholid, Kamis (11/6).
Kholid juga menegaskan bahwa sidang praperadilan hanya memeriksa aspek formil penyidikan, bukan pokok perkara, sebagaimana diatur dalam Pasal 77 KUHAP, Putusan MK No. 21/PUU/XII/2014, dan Perma No. 4 Tahun 2016.
Kronologi Kasus
Kasus ini berawal dari penggerebekan gabungan Koramil Woha dan Kodim Bima di rumah warga berinisial RN pada 13 April 2025. Di lokasi, tersangka Ernawati ditemukan berada di tempat kejadian.
Dari hasil penggeledahan, ditemukan dua klip plastik diduga berisi narkotika, yang kemudian diserahkan ke penyidik Satresnarkoba Polres Bima.
Kuasa hukum Ernawati lantas mengajukan gugatan praperadilan karena menilai proses penetapan tersangka tidak sah.
Polda NTB Komit Profesional dan Transparan
Polda NTB menegaskan komitmennya untuk menjalankan proses hukum secara profesional dan transparan, termasuk dalam perkara narkotika yang menjadi salah satu fokus utama kepolisian di NTB.
“Bidkum hadir bukan hanya sebagai pendamping teknis, tetapi sebagai jaminan bahwa seluruh proses hukum oleh anggota Polri tetap berada di jalur yang benar,” tambah Kholid.
Polda NTB juga menyatakan akan terus memberikan pendampingan hukum dalam berbagai bentuk perkara—baik pidana, perdata, TUN, hingga pelanggaran HAM—yang melibatkan anggota maupun institusi Polri. (red)