Mataram, katada.id – Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mengungkap dugaan bahwa Misri Puspita Sari merupakan pelaku utama dalam kematian tragis Brigadir Muhammad Nurhadi, anggota Bidpropam Polda NTB.
Nurhadi ditemukan tewas di kolam Villa Tekek, Gili Trawangan, Lombok Utara, Rabu malam (16/4/2025). Kasus ini kini menyeret tiga tersangka, salah satunya adalah Misri (23), yang disebut bukan dari kalangan berpengaruh.
Wakil Ketua LPSK Sri Suparyati mengatakan, dugaan terhadap Misri muncul setelah pihaknya menelaah berita acara pemeriksaan (BAP) yang diterima dari Kejati NTB.
“Penelaahan itu berbasis BAP ya, BAP-nya kecenderungan merujuk pada satu tersangka. Memang ada tiga tersangka dan memang lebih diarahkan kepada tersangka perempuan (Misri Puspita Sari),” kata Sri kepada wartawan, Rabu (23/7).
Luka Cekikan dan Keraguan LPSK
Meskipun BAP mengarah kuat ke Misri, Sri menyebut pihaknya masih menyimpan pertanyaan soal kemampuan Misri melakukan pembunuhan dengan cekikan.
“Hasil autopsi ditemukan ada luka-luka ya, seperti ada cekikan dan sebagainya. Sehingga ada muncul memang sedikit pertanyaan, apakah memang seorang Misri memang bisa melakukan tindakan hingga membuat korban mati seketika. Itu memang jadi pertanyaan kami,” jelasnya.
Secara logika, kata Sri, tidak mudah bagi seorang perempuan menyebabkan kematian seketika, meski BAP tetap menunjukkan kecenderungan ke arah Misri.
“Kalau saya kan, memang belum ada penelaahan lebih lanjut. Jadi, saya melihat dan membaca, menganalisa dari BAP saja,” tambahnya.
JC Belum Disetujui, LPSK Tunggu Bertemu Misri
LPSK juga mengungkap bahwa hingga kini mereka belum menyetujui permohonan justice collaborator (JC) yang diajukan Misri melalui pengacaranya.
“Iya, memang kami menerima permohonan JC dari salah satu tersangka, yaitu Misri. Kami memang belum menyetujui ya, karena konteksnya kami dalam konteks penelaahan,” ujar Sri.
Salah satu syarat menjadi JC adalah bukan sebagai pelaku utama dan dapat membuka perkara secara terang-benderang.
“Permohonan JC bisa disetujui salah satu syaratnya bukan sebagai pelaku utama dan bisa mengungkap peristiwa tersebut seterang dan seluas-luasnya. Itu akan kami lihat lebih jauh,” katanya.
Namun, hingga kini LPSK belum mendapat izin dari kepolisian untuk menemui Misri.
“Kami ada rencana (ke Polda ketemu Misri), tapi belum mendapatkan respon (dari Polda NTB),” ujarnya.
Kajati NTB: Masih Penjajakan
Kepala Kejati NTB Wahyudi juga membenarkan adanya koordinasi dengan LPSK terkait permohonan JC Misri.
“Ini masih penjajakan, apakah memungkinkan atau tidak dan bagaimana, belum. Masih tahap awal,” kata Wahyudi.
Menurutnya, keputusan terkait status JC sepenuhnya menjadi kewenangan LPSK. Kejati hanya mendukung dari sisi koordinasi.
“Apakah itu mungkin ada bisa diberikan perlindungan terhadap pelaku sebagai JC atau tidak, atau mungkin juga ada saksi yang minta perlindungan, itu ranah dari LPSK. Itu masih tahapnya koordinasi,” jelasnya.
Hasil Otopsi, Patah Tulang Lidah dan Cekikan
Sebelumnya, Dirreskrimum Polda NTB Kombes Syarif Hidayat menyampaikan bahwa Brigadir Nurhadi diduga tewas akibat penganiayaan.
“Adanya dugaan penganiayaan yang mengakibatkan orang meninggal dunia. Di sana (Villa Tekek) telah terjadi (dugaan penganiayaan terhadap) salah seorang personel Polda NTB (yang) ditemukan meninggal dunia di dalam kolam,” ujar Syarif, Jumat (4/7).
Hasil otopsi menunjukkan adanya patah tulang lidah yang diduga kuat—sekitar 80 persen—disebabkan oleh cekikan atau tekanan keras di leher.
Ketiga tersangka saat ini ditahan di Rutan Polda NTB dan dijerat dengan Pasal 351 ayat (3) KUHP dan/atau Pasal 359 KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Siapa Misri Puspita Sari?
Misri (23) bukanlah figur berpengaruh. Ia disebut berasal dari keluarga sederhana dan hanya lulusan SMA. Namun hidupnya berubah drastis setelah terseret dalam kasus kematian Nurhadi.
Dalam penyelidikan, Misri disebut hadir dalam pesta yang digelar oleh Kompol I Made Yogi Purusa Utama, atasan Nurhadi. Pesta itu juga dihadiri oleh Ipda Haris Chandra dan satu perempuan lainnya berinisial MP.
Kuasa hukum Misri, Yan Mangandar Putra, mengatakan kliennya datang ke pesta setelah menerima bayaran Rp 10 juta dari Kompol Yogi.
“Dia hanya diminta menemani. Tidak tahu akan berujung seperti ini,” kata Yan.
Sejak ditetapkan sebagai tersangka pada 17 Juni 2025, kondisi psikologis Misri disebut semakin memburuk. Ia bahkan dikabarkan kerap kerasukan arwah Nurhadi. (*)













