Bima, katada.id- Jejak kepemimpinan Makarau, M.Pd, di SMAN 1 Donggo dimulai 2015 lalu. Sejak itu, sekolah “lereng gunung” tidak “secantik” hari ini.
Ia memulai memoles, menata dan mengukir deretan pencapaian gemilang. Bukan saja meletakan pondasi pembangunan, melainkan memastikan lompatan besar berjalan baik.
Institusi yang dipimpinnya bukan sekedar sekolah. Sekolah itu jadi rumah harapan, ladang perjuangan dan pusat peradaban ilmu bagi generasi muda.
Dibalik mekarnya prestasi, baik tingkat lokal, regional dan nasional ternyata resepnya sederhana. Menata iklim pendidikan yang sejuk, nyaman, humanis dengan pondasi cinta dan kekeluargaan.
“Kepemimpinan bukan sekedar jabatan, melainkan sarana pengabdian,” ungkap Makarau, pada katada.id, Selasa, (30/9).
Sosok itu dijuluki “Maha Guru”. Karena dedikasi dan kontribusinya pada dunia pendidikan. Menurutnya, kunci suksesnya adalah kehendak melayani negeri yang dibalut kedisiplinan dan tanggung jawab.
“Potensi ditumbuh kembangkan dan sangat dihargai. Tak ada pengekangan apalagi memusuhi pikiran dan gagasan berbeda.” tegas dia.
Kompas kepemimpinan Makarau itu Sebe Malaba, betul-betul dijalankan. Tidak sebatas indah dalam kata-kata melainkan rencana nyata terukur, sistematis dan berdampak. Ia diwujudkan dengan penuh tanggung jawab.
“SMAN 1 Donggo kemudian ditetapkan Kemendikbudristek sebagai sekolah penggerak,” ungkapnya.
Kekuatan Gagasan
Pak Rao, begitu sapaan akrabnya, mengungkap cinta dan keteladanan itu menyala dalam setiap kebijakan yang ia ambil. Demikian juga setiap langka dan tutur kata.
Ia dengan rendah hati mengakui posisi sekolahnya berada di perdesaan. Lokusnya tak menguntungkan, karena berada di bawah tebing. Namun gagasannya memajukan pendidikan itu melampaui fakta geografis itu.
“Saya membayangkan SMAN 1 Donggo mercusuar pendidikan yang bersinar hingga melampaui batas-batas wilayah,” kenangnya, memulai transformasi besar-besaran SMAN 1 Donggo.
Lebih lanjut ia membocorkan, gagasan itulah yang membuat dirinya bersama insan pendidik memacu ketertinggalan. Semangatnya bukan hanya sebagai leader, melainkan sahabat sahabat, pengayom, dan sekaligus guru.
“Kurikulum Merdeka dijalankan dengan penuh inovasi. Pembelajaran berbasis digital diperkuat. Siswa harus lulus dan unggul dalam kehidupan nyata,” urainya.
Torehkan Deretan Prestasi
Kini, sekolah “lereng gunung” dikenal luas karena deretan prestasi akademik dan non-akademik. Bukan hanya ditetapkan sebagai sekolah Penggerak. Berbagai capaian dalam kompetensi bergengsi diraih.
Terkini, SMAN 1 Donggo menuntun 7 siswa terbaik, mengikuti Olimpiade Sains Nasional (OSN) tingkat Provinsi NTB. Kualitas guru dan lulusan meningkat drastis.
“Kepercayaan masyarakat terhadap sekolah ini kian kokoh,” katanya.
Bagi Pak Rao, pencapaian itu bukti perjuangan yang menjadi sumber motivasi dan inspirasi.
“Tidak hanya bagi siswa, tetapi juga bagi para guru, orang tua, bahkan masyarakat luas,” sebutnya.
Titik Balik, Menata Jalan Pengabdian
Keheningan berubah jadi isak tangis kolosal. Pak Rao mengumumkan dirinya berpindah pengabdian. Dari Dikbud Provinsi NTB ke Dikbudpora Kabupaten Bima.
Guru dan siswa diselimuti haru. Sosok yang dikenal visioner, berintegritas, bijaksana lagi dermawan memutuskan “menggeser” arena pengabdian.
“Roda kehidupan terus berputar,” akunnya.
Keputusan mengabdi di Pemkab Bima itu lahir setelah memikirkan dan merenungkan aspirasi berbagai elemen masyarakat.
“Saya dinilai cukup mengabdi di SMAN 1 Donggo. Masyarakat meminta saya membawa suara, harapan dan martabat komunitas Donggo di Kabupaten Bima,” cerita dia.
Jawaban itu seperti mematahkan asumsi publik, bahwa migrasi tugas itu lantaran tak nyaman dengan tekanan oknum Tim sukses yang “bergerilya” menukar jabatan dengan uang besar. Usai pergantian kepemimpinan di Pemprov NTB.
“Tugas baru ini bukan sekadar promosi jabatan. Ini awal bahwa saya diharapkan bukan hanya milik SMAN 1 Donggo melainkan milik masyarakat dan generasi,” lanjutnya.
Kepindahan arena pengabdian itu biasa dan normal. Estafet kepemimpinan selalu berganti dan berpindah. Jabatan hanya amanah.
“Api semangat tidak boleh padam. Harapan besar saya, siapapun yang menggantikan saya, menjaga warisan cinta, keteladanan, dan visi besar yang telah ditanamkan,” harapnya.
Besar harapannya, di tangan penerus SMAN 1 Donggo harus terus menanjak, menembus batas, hingga mencapai puncak kejayaannya.
Menurutnya hal-hal baik yang ia wariskan, suluh bagi siapa pun yang akan melanjutkan perjalanan panjang pendidikan di tanah Donggo.
“Menjadi sekolah unggulan, melahirkan generasi cerdas, berkarakter, dan berdaya saing tinggi,” harapnya.
Ia menambahkan “kemesraan” yang terjadi dalam pengalaman memimpin sekolah akan selalu dikenang dan dirindukan.
“Terima kasih, SMAN 1 Donggo. Terima kasih atas segala cinta, kebersamaan, dan doa yang tak pernah putus. Jejak saya mungkin akan berpindah, namun doa dan cinta saya akan selamanya tinggal di sini,” pungkasnya. (*)