Bima, katada.id – Rencana Walikota Bima yang ingin lebih sering mengadakan pacuan kuda kembali menuai kritik tajam.
Perwakilan Koalisi Stop Joki Anak menyayangkan langkah Badan Riset dan Inovasi Daerah (BRIDA) NTB yang menggandeng Persatuan Olahraga Berkuda Seluruh Indonesia (PORDASI) Kabupaten Sumbawa untuk melakukan riset soal joki cilik pada 24 – 26 September 2025, namun tidak melibatkan mereka sebagai pihak yang sejak lama fokus pada isu tersebut.
“BRIDA tidak menggali informasi atau data dari Koalisi atau perwakilan koalisi. Mereka bahkan menutupi fakta bahwa joki anak di NTB ini sebagian besar berasal dari Bima,” kata Yan Mangandar Putra, perwakilan Koalisi Stop Joki Anak, Selasa (30/9).
Koalisi menilai pemerintah daerah hanya pura-pura menyelesaikan masalah, tanpa menyentuh akar permasalahan eksploitasi anak.
“Sudah 5 anak tewas, terakhir atas nama Muhammad Iswan (7) di Gelanggang Olahraga Berkuda Tradisional Bima. Kami meragukan penelitian BRIDA ini sungguh-sungguh mencarikan solusi atau hanya sekadar menghamburkan anggaran,” tegas Yan.
Lebih lanjut, Koalisi menyebut riset ini berpotensi hanya berujung pada rekomendasi revitalisasi arena pacuan, tanpa memperhatikan aspek pelindungan anak.
Mereka juga menyoroti kondisi para joki anak yang rata-rata berasal dari keluarga miskin dan harus menunggangi lebih dari 700 kuda, termasuk di kelas dewasa.
“Pemilik kudanya rata-rata pejabat pemerintahan, aparat Polisi dan TNI, pengusaha, anggota dewan, dan pegawai bank. Faktanya, anak-anak ini dieksploitasi dan ditempatkan pada posisi yang membahayakan nyawa,” jelasnya.
Selain itu, Koalisi juga membeberkan fakta adanya perjudian terbuka yang berlangsung dalam event pacuan kuda, bahkan dengan keterlibatan aparat.
“Kami melihat anak-anak umur kurang dari 10 tahun dijadikan joki untuk kuda kelas dewasa. Beberapa joki terjatuh. Judi begitu terbuka dan untuk masuk, pengunjung harus bayar tiket Rp 10 ribu di pintu yang dijaga anggota TNI,” papar Yan.
Koalisi juga menyoroti tidak adanya perhatian Gubernur NTB, Lalu Muhammad Iqbal, terhadap keselamatan anak-anak yang jadi joki. Mereka mempertanyakan dampak terhadap pendidikan dan kesehatan anak yang harus bepergian ke luar daerah untuk perlombaan selama berminggu-minggu.
“Apakah keluarga anak dapat bantuan sosial? Kalau anak sakit, cacat, atau bahkan tewas, siapa yang bertanggung jawab? Masih butuh berapa banyak nyawa anak lagi untuk menyadarkan pemerintah?” tutupnya. (*)