Mataram, katada.id – Anggota DPRD Nusa Tenggara Barat (NTB) dari Fraksi PDI Perjuangan, Abdul Rahim mengungkapkan adanya dugaan “dana siluman” dalam program senilai Rp2 miliar yang disebut sebagai program direktif Gubernur NTB untuk masing-masing anggota dewan baru.
“Disitu tadi ada lima belas pertanyaan. Alhamdulillah saya sudah jawab. Kebetulan saya juga sudah menyerahkan BNBA yang pernah saya ditawari,” kata Abdul Rahim usai dimintai keterangan oleh penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB, Selasa (14/10).
Ia menjelaskan, BNBA (By Name By Andres ) yang dimaksud berkaitan dengan program Rp2 miliar per dewan baru, yang sebelumnya disebut sebagai bagian dari visi-misi “NTB Makmur dan Mendunia”.
“BNBA dalam program 2 miliar itu,” ujarnya.
Menurutnya, para anggota DPRD baru, termasuk dirinya, sempat ditawari program bernilai Rp. 2 miliar yang bersumber dari kebijakan direktif Gubernur NTB.
“Kami kan dari anggota dewan baru termasuk saya sekitar bulan April pernah ditawari program yang merupakan direktif Gubernur untuk masing-masing dewan baru senilai 2miliar,” ungkapnya.
Abdul Rahim menuturkan, ia sempat mengusulkan sepuluh paket kegiatan pembangunan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat, mulai dari jalan usaha tani, jalan lingkungan, hingga irigasi.
“Sekitar sepuluh paket sesuai visi-misi yaitu NTB Makmur Mendunia. Saya masukan jalan usaha tani, jalan lingkungan, irigasi dan lain-lain. Ternyata saya cek sesuai dengan DPA yang sudah disita Kejati bahwa itu senilai 76 miliar. Ada 9 dari 10 program yang saya masukan satunya hilang,” jelasnya.
Dari hasil pengecekan itu, Abdul Rahim mengaku menduga ada dana tak jelas sumbernya yang ditawarkan kepada anggota dewan.
“Saya juga menarik kesimpulan dana siluman yang ditawarkan asalnya dari BNBA ini. Yang merupakan hak teman-teman yang baru ini. Karena tidak mungkin tidak ada hujan, tidak ada angin ditawarkan duit tidak mungkin lah,” tegasnya.
Ia menegaskan, dirinya menolak tawaran dana tersebut karena sejak awal ia hanya menginginkan realisasi program, bukan uang tunai.
“Kenapa saya kemarin menolaknya. Sesuai dengan kesepakatan awal saya butuhnya program,” katanya.
Dalam pemeriksaan di Kejati NTB, Rahim mengaku hanya menyerahkan dokumen DPA sebagai bukti.
“Yang diserahkan cuman itu aja. DPA aja,” ucapnya.
Pemeriksaan berlangsung cukup lama sejak pagi hingga menjelang siang hari.
“Dari 09.30 WITA baru selesai,” jelasnya.
Meski belum menyebut secara eksplisit arah kasusnya, Abdul Rahim menilai indikasinya mengarah pada dugaan gratifikasi.
“Kayaknya mengarah ke gratifikasi,” ujarnya menutup keterangan.











