Lombok Utara, Katada.id – Perhelatan akbar bagi pegiat literasi, Festival Sastra Lombok Utara (Festalora) 2025, resmi ditutup oleh Wakil Bupati KLU, Kusmalahadi Syamsuri di sekretariat Sanggar Anak Gunung (SAG), Sabtu (25/10/2025). Festival sastra pertama di NTB ini ditutup meriah dengan penampilan tembang hikayat dan pengumuman pemenang lomba.
Wabup Kusmalahadi menyampaikan apresiasi setinggi-tingginya kepada Sanggar Anak Gunung (SAG) atas inisiasinya. Ia mengakui bahwa kegiatan sastra, diskusi, dan pembacaan puisi adalah kegiatan istimewa yang tidak populer, sehingga membutuhkan dukungan serius agar terus berkelanjutan.
“Alhamdulillah, ini kegiatan yang tidak banyak orang bisa melaksanakan. Pegiat sastra itu orang-orang khusus. Kalau tidak kita dukung, maka kegiatan seperti ini bisa berhenti,” ujar Wabup Kus.
Komitmen Pemda KLU ditegaskan dengan janji untuk membesarkan acara ini. “Insyaallah tahun depan, silakan koordinasi dengan kami, kita buat festival ini lebih besar lagi,” tantangnya.
Wabup bahkan mengusulkan agar lokasinya dipindahkan ke tempat yang lebih luas agar gaungnya mencapai skala nasional.
Wabup Kus menambahkan, Lombok Utara memiliki talenta sastra yang kiprahnya sudah menembus level nasional. Oleh karena itu, Pemda tidak akan mau ketinggalan dan berjanji akan memberikan perhatian lebih, termasuk kepada Badan Bahasa RI yang telah mendukung Festalora.
Selain sastra, Wabup Kus juga menyoroti pentingnya pelestarian budaya lokal seperti tembang dan tradisi lisan yang ikut ditampilkan, sebagai upaya menjaga identitas budaya daerah. Ia memuji kreativitas panitia SAG yang sukses menarik penonton, sesuatu yang diakuinya tidak mudah untuk kegiatan sastra.
Ke depan, Wabup Kus berharap kolaborasi Pemda dan SAG dapat meluas. “Kami sangat mengapresiasi apa yang dilakukan SAG. Mereka orang-orang kreatif dengan kemampuan luar biasa. Tahun depan kita akan kolaborasi membuat festival yang lebih besar, agar minat masyarakat juga semakin tinggi,” tandasnya.
Festalora 2025 yang digelar selama tiga hari ini mencakup agenda penting seperti diskusi sastra bertema Daya Besar Kota Kecil, bedah buku Bilai karya De Galih Mulyadi, dan forum “Sastra di Lombok Utara dan Suatu Kemungkinan”. (*)













