Mataram, katada.id – Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat (Kejati NTB) mengisyaratkan adanya calon tersangka baru dalam kasus dugaan gratifikasi terkait anggaran pokok-pokok pikiran (pokir) siluman 2025 di DPRD NTB. Pernyataan itu disampaikan setelah penyidik resmi menahan dua anggota dewan yang telah ditetapkan sebagai tersangka, Kamis, 20 November 2025.
Kedua tersangka berinisial IJU, Ketua Partai Demokrat NTB yang juga anggota Komisi V DPRD, serta MNI, Sekretaris Partai Perindo NTB yang duduk di Komisi III. Keduanya ditahan setelah menjalani pemeriksaan sebagai tersangka sejak pukul 09.00 Wita hingga 14.40 Wita. IJU dititipkan ke Lapas Kuripan Lombok Barat, sementara MNI ditahan di Lapas Lombok Tengah. Masa penahanan keduanya berlaku untuk 20 hari ke depan.
Asisten Pidana Khusus Kejati NTB, Zulkifli Said, menegaskan bahwa penyidikan tidak berhenti pada dua nama tersebut. “Tersangkanya lebih dari dua,” ujarnya dalam konferensi pers. Namun ia belum merinci pihak lain yang tengah dibidik penyidik.
Pada hari yang sama, jaksa juga menjadwalkan pemeriksaan tiga anggota DPRD NTB. Namun salah satu yang dipanggil, berinisial HK, tidak memenuhi panggilan. “HK sudah kami panggil hari ini. Tidak hadir karena ada agenda lain,” kata Zulkifli. Ia menegaskan HK akan kembali dipanggil. “Tunggu saja, kami lakukan pemanggilan lagi terhadap HK.”
Kasus ini mengemuka dari dugaan penerimaan uang senilai Rp 300 juta per anggota dewan, yang diduga merupakan fee sekitar 15 persen dari alokasi anggaran Rp 2 miliar untuk tiap anggota DPRD NTB. Uang itu disebut-sebut berasal dari praktik pengelolaan pokir.
Dalam proses penyidikan, sejumlah anggota dewan telah mengembalikan uang dengan total lebih dari Rp 2 miliar. Kejati menyita seluruh dana tersebut sebagai barang bukti.
Menurut Zulkifli, IJU dan MNI diduga menjadi penghubung sekaligus pembagi uang kepada sedikitnya 15 anggota DPRD NTB. Keduanya dijerat Pasal 5 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. (*)













