Mataram, katada.id – Sejak dilantik pada 19 September 2018 lalu, Gubernur NTB, Dr. H. Zulkieflimansyah dan Wakil Gubernur NTB, Dr. Hj. Sitti Rohmi Djalilah (Zul-Rohmi) kini telah dua tahun memimpin NTB. Selama kurun waktu tersebut, pasangan Zul-Rohmi, telah menorehkan berbagai capaian pembangunan sesuai visi misi NTB Gemilang.
Capaian paling menonjol adalah program industrialisasi dan penguatan UMKM/IKM di NTB. Dimana, penguatan industri ini dilaksanakan di tengah dua bencana yang beruntun melanda NTB. Yaitu, bencana gempa bumi pada Agustus 2018 dan pandemi Covid-19 yang melanda dunia sepanjang tahun ini.
Sepanjang 2019, Pemprov NTB memfokuskan energinya pada upaya memulihkan diri dari dampak gempa. Sementara memasuki 2020, para pemangku kebijakan dan masyarakat NTB dipaksa untuk berjibaku dengan penanganan pandemi. Namun, pandemi justru mendatangkan berkah terselubung. Pandemi Covid-19 inilah yang menginspirasi lahirnya program JPS Gemilang.
JPS Gemilang diluncurkan dalam tiga tahap. Penyaluran tahap pertama pada 16 April 2020. Meski awalnya sempat diwarnai banyak catatan, JPS Gemilang kemudian dibenahi dalam penyaluran tahap II pada 30 Mei 2020. Pada penyaluran tahap III, 13 Juli 2020, program ini telah sukses mencuri perhatian berbagai kalangan.
Awalnya JPS Gemilang hanya melibatkan sekitar 300 UMKM. Di tahap berikutnya, angka itu naik menjadi 535 UMKM. Dan pada tahap terakhir, UMKM yang terlibat bahkan menembus 3.271 UMKM lokal NTB.
Gubernur NTB, Dr. H. Zulkieflimansyah, menilai, selama dua tahun terakhir, program industrialisasi memang kian bergema di berbagai daerah di NTB. Bahkan di tengah merebaknya wabah Covid-19, Industri Kecil Menengah (IKM) di NTB mampu menghasilkan produk berteknologi tinggi, seperti sepeda listrik dan motor listrik.
Di tengah pandemi Covid-19, IKM dan UMKM mampu bangkit dan tetap berproduksi dengan dukungan program stimulus ekonomi yang digelontorkan Pemprov NTB. Lewat program stimulus ekonomi, Pemprov NTB mendorong IKM Permesinan memproduksi 2.130 mesin dan peralatan, yang kemudian dibagikan ke UMKM dan IKM pengolahan.
“Gaung industrialisasi sudah (terdengar). Minimal sudah nggak aneh bagi sebagian besar orang di NTB,” kata Gubernur NTB, Dr. H. Zulkieflimansyah.
Gubernur mengatakan butuh waktu beberapa tahun untuk mengedukasi masyarakat supaya mengerti apa itu industrialisasi. Sekarang, sebagian besar masyarakat di NTB sudah mengerti tentang industrialisasi. “Kalau ngomong, industrialisasi saja (dibicarakan),” katanya.
Industrialisasi merupakan program unggulan Pemprov NTB di bawah kepemimpinan Zul-Rohmi. Industrialisasi adalah penguatan fondasi perekonomian agar minat berinvestasi di NTB tumbuh.
Menurut Gubernur, industrialisasi di NTB, bukan sekedar pembangunan pabrik atau permesinan yang canggih dan tampak hebat. Tetapi sebagai proses untuk membuat ekonomi NTB yang maju dan modern.
Sejumlah produk industri telah mampu dihasilkan di NTB. Seperti alat rapid test Corona berbiaya murah dengan kualitas yang sangat baik yang dibuat oleh Profesor Mulyanto melalui Laboratorium Hepatika bersama dengan para pakar lainnya. Dalam setahun mampu memproduksi 600 ribu alat rapid test.
Pengajar dan murid SMK di NTB, juga bisa memproduksi motor listrik. Misalnya, SMKN 1 Lingsar dengan motor listrik “Lingsar”. Ada pula yang kini mengkreasikan sepeda motor listrik “Le-Bui” dan telah memasarkannya hingga ke luar negeri.
Kemudian di Sumbawa, para cendekiawan di Universitas Teknologi Sumbawa (UTS) mengembangkan motor listrik “NgebUTS”. Sedangkan di Bima, para anak mudanya ikut meramaikan produk teknologi buatan NTB, sepeda listrik yang bernama ‘Matric-B’ (Mbojo Electric-Bicycle). Selain itu, para teknisi di berbagai daerah di NTB, kini juga telah mampu memproduksi berbagai mesin untuk aneka keperluan.
Gubernur yang akrab disapa Bang Zul ini, mengatakan program-program yang sudah direncanakan dalam RPJMD dalam tiga tahun mendatang akan tercapai dengan baik. Untuk saat ini, Pemprov sedang fokus menangani Covid-19 baik dari sisi kesehatan maupun penanganan dampak ekonomi.
Bahkan, Gubernur sudah meminta kepada Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Provinsi NTB untuk membentuk tim khusus yang nantinya akan fokus berikhtiar pada upaya meminimalisir dan mengurangi angka kematian pasien Covid-19. Tidak hanya menekan angka kematian, tetapi juga didorong untuk mempercepat kebijakan stimulus ekonomi.
Menurut Bang Zul, jika angka kematian berhasil ditekan, maka akan lebih mudah bagi daerah-daerah yang awalnya masih zona oranye dan kuning berubah menjadi zona hijau. Sehingga akan sangat berpengaruh pada peningkatan kegiatan sosial dan pemulihan ekonomi masyarakat.
Berdasarkan data Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, hingga 18 September 2020, tercatat jumlah kematian mencapai 179 orang atau sekitar 5,92 persen. Dengan jumlah kematian itu, Provinsi NTB berada pada posisi kelima nasional dengan tingkat kematian yang cukup tinggi di Indonesia.
Meskipun pemerintah sedang berjibaku dalam penanganan Covid-19 dari sisi kesehatan. Namun, kata Gubernur, kebijakan stimulus ekonomi juga harus tetap berjalan. Dengan bantuan mesin-mesin buatan IKM lokal yang memungkinkan kegiatan ekonomi masyarakat yang terdampak dapat meningkat kembali. Karena imbas pertumbuhan ekonomi mulai berjalan pada September ini.
“Kita tidak bolen lengah. Jadi betul-betul saya minta tidak main-main. Karena kita tidak bisa berharap dari yang lain, selain dari akselerasi anggaran daerah kita sendiri,” pintanya.
Asisten II Setda NTB, Ir. H. Ridwan Syah, MM, M.TP, mengatakan distribusi mesin-mesin bantuan stimulus ekonomi hingga saat ini mencapai 1.636 unit. Dengan rincian 1.141 unit mesin sudah selesai diproduksi oleh IKM-IKM NTB dengan persentase sekitar 74 persen.
Kemudian yang sedang dalam proses pembuatan sebanyak 395 unit mesin atau mencapai sekitar 26 persen. Sementara itu, untuk proses kegiatan distribusi mesin-mesin itu, melibatkan sepuluh OPD lingkup Pemprov NTB.
Sehingga kegiatan distribusinya ditargetkan selesai paling lambat pada bulan Oktober mendatang. Pada minggu pertama bulan Oktober, semua mesin sudah dibagikan kepada kelompok masyarakat atau desa-desa di NTB.
Zero Waste dan Revitalisasi Posyandu
Industrialisasi bukan satu-satunya program unggulan yang digeber di dua tahun pertama Zul-Rohmi. Program lainnya, zero waste dan revitalisasi Posyandu juga menjadi menu utama kebijakan Pemprov NTB selama dua tahun terakhir.
Zero waste adalah program untuk menjadi NTB sebagai daerah bebas sampah. Program ini merupakan perpaduan yang dibutuhkan dalam mendukung berbagai sektor. Khususnya, sektor pariwisata yang sangat membutuhkan kebersihan daerah guna memanjakan wisatawan yang berkunjung.
Substansi program zero waste adalah upaya mengubah sampah menjadi berkah. “Sampah harus dikelola dari hulu, sampah organik dan non organik harus dipilah, dikelola dan diolah untuk menghasilkan sesuatu yang bermanfaat,” ujar Wakil Gubernur NTB, Dr. Hj. Sitti Rohmi Djalilah.
Untuk menyulap sampah menjadi berkah, Pemprov NTB menggerakkan sejumlah tahapan. Pertama, daur ulang sampah. Kedua, pembuatan bahan bakar pelet refuse derived fuel (RDF). Ketiga, sampah organik, diolah menjadi pupuk organik dan bahan pakan ternak dengan bantuan black soldier fly (BSF) dan cacing serta metode-metode lain .
Saat ini, Pemprov NTB juga telah menjalin kerjasama dengan PLN untuk menyediakan bahan bakar pelet berbahan baku sampah. Sebanyak 3 persen bahan bakar PLTU di NTB kedepannya alan bersumber dari sampah dengan teknik RDF.
“Ini merupakan yang pertama di Indonesia. Selain didirikan pabrik RDF 2021 di Kebon Kongok, mesin RDF kedepannya diharapkan bisa ada di setiap desa dalam skala yang kecil,” sebut Wagub.
Berbagai program turunan zero waste yang dijalankan juga telah membawa hasil yang cukup menggembirakan. Selama 2019, realisasi pengurangan sampah di NTB telah mencapai 6,8 persen dari target 10 persen. Sementara itu, realisasi penanganan sampah tahun 2019 telah mencapai 34,91 persen dari target sebesar 30 persen.
Di sisi lain, program Revitalisasi Posyandu juga digeber secara serius. Wagub yang akrab disapa Umi Rohmi ini menegaskan, Pemprov NTB kini secara aktif mendorong terbentuknya Posyandu Keluarga.
“Dengan posyandu keluarga, seluruh masyarakat di desa terlayani sehingga edukasi yang dilakukan menyeluruh,” ujarnya. Edukasi yang dilakukan di Posyandu Keluarga tidak hanya masalah kesehatan ibu dan anak. Namun juga masalah narkoba, pernikahan anak, lingkungan, potensi bencana, buruh migran ilegal hingga literasi keuangan. “Semua bisa dilakukan melalui Posyandu,” pungkasnya. (red)