Bima, katada.id – Direktur CV Rahmawati H Ibrahim membantah telah menyelewengkan pupuk bersubsidi di Kabupaten Bima. Ia menegaskan hanya melakukan kesalahan administrasi, bukan monopoli dagang yang menyebabkan pupuk langka dan mahal.
Hal ini disampaikan H Ibrahim melalui Penasihat Hukumnya, I Made Yasa dan Fandy Sanjaya dalam siaran pers yang diterima katada.id, Kamis malam (24/11/2022).
Made Yasa sangat menyayangkan adanya pemberitaan yang dinilainya sepihak dan tanpa terlebih dahulu melakukan konfirmasi (Cover Both Side). Bagi dia, pemberitaan itu sangat merugikan kepentingan hukum dan nama baiknya.”Seakan-akan, klien kami telah melakukan monopoli dagang. Sehingga menimbulkan kelangkaan dan mahalnya harga pupuk,” terangnya.
Sebagai informasi, H Ibrahim dijerat dengan pasal 6 ayat 1 huruf a jo pasal 1 sub 1E huruf A Undang-undang Darurat Nomor 7 tahun 1955 tentang Pengusutan, Penuntutan dan Peradilan Tindak Pidana Ekonomi jo pasal 4 huruf a jo pasal 8 ayat 1 dan 2. Dalam pasal tersebut diterangkan, barang-siapa melakukan suatu tindak-pidana ekonomi dalam hal kejahatan sekadar yang mengenai tindak-pidana ekonomi termasuk dalam pasal 1 sub 1 e dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 6 tahun dan hukuman denda setinggi-tingginya Rp 500 ribu.
Ia juga disangka melanggar Perpu RI Nomor 8 tahun 1962 tentang Perdagangan Barang-Barang Dalam Pengawasan jo pasal 2 ayat 1, 2, 3 dan 4. Ditambah Perpres Nomor 15 tahun 2011 tentang perubahan atas Perpres Nomor 77 tahun 2005 tentang Penetapan Pupuk Bersubsidi sebagai Barang Dalam Pengawasan jo pasal 30 ayat 1 jo pasal 18 ayat 1 dan Permendag RI Nomor 15/M-DAG/PER/4/2013 tentang Pengadaan dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi Untuk Sektor Pertanian.
Menurut Made Yasa, apabila merujuk pada pasal dan peraturan yang disangkakan, kliennya hanya melakukan kesalahan administrasi. Bukan kesalahan seperti monopoli dagang. Sehingga menimbulkan kelangkaan terhadap pupuk dan harga mahal.
”Tidak satu pun bukti yang telah ditemukan Polda NTB yang mengarah atau melakukan monopoli dagang,” sebutnya.
CV Rahmawati menjadi distributor pupuk untuk wilayah Kecamatan Belo, Bolo, Donggo, Madapangga, Sape, Soromandi, dan Woha. Ia menegaskan, jika ada kelangkaan dan harga pupuk mahal, diduga itu di luar sepengetahuan Distributor CV Rahmawati. ”Bisa juga diduga berasal dari pengecer lain yang bernaung di bawah distributor pupuk lain,” duga dia.
Pengecer yang bernaung di bawah CV Rahmawati, lanjutnya, selalu diberikan imbauan secara tertulis. Imbauan itu berisi larangan untuk tidak menjual pupuk melebihi Harga Eceran Tertinggi (HET). ”Kalau terbukti melakukan pelanggaran, akan diberikan sanksi,” tegasnya.
Selama menjadi distributor pupuk sejak 2006, CV Rahmawati sama sekali tidak pernah mendapatkan teguran. Baik secara lisan maupun tertulis dari pengawas pupuk bersubsidi. Sebaliknya, dari awal hingga tahun 2019, H Ibrahim mendapat penghargaan. Di antaranya, piagam pakta integritas dan kepatuhan tahunan terhadap kode etik perusahaan tahun 2020 tertanggal 9 Desember. ”Bahkan CV Rahmawati ini telah ditunjuk sebagai distributor terbaik seluruh indonesia dari PT Pupuk Indonesia,” sebut dia.
Karena itu, Made Yasa meminta kepada warga Kabupaten dan Kota Bima tidak mudah tergiring suatu opini yang tidak berdasar. Apalagi yang tidak bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya. ”Jangan percaya opini yang dapat menyesatkan,” pinta dia.
Sebagai pengingat, penanganan kasus penyelewengan pupuk bersubsidi ini sudah sampai pada tahap pelimpahan berkas. Tetapi berkas perkara HI dinyatakan belum lengkap.
Jaksa peneliti dari Kejati NTB mengembalikan berkas kepada penyidik.Dalam petunjuknya, jaksa menyebutkan ada beberapa kekurangan yang perlu dilengkapi lagi. “Ada yang belum lengkap atau kurang memenuhi syarat formil dan materiil, sehingga dikembalikan ke penyidik,” kata Juru Bicara Kejati NTB Efrien Saputera, kemarin. (red)