Mataram, katada.id – Berkas perkara kasus pengoplosan beras dengan tersangka NA yang ditangani oleh Satgas Pangan Polda NTB akhirnya rampung dan memasuki tahap II (P21) setelah dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan. Kini, tersangka NA dan seluruh barang bukti resmi diserahkan ke pihak Kejaksaan untuk diproses lebih lanjut.
Penyerahan ini dilakukan di depan Lobi Direktorat Reskrimsus Polda NTB, Rabu (01/10), dalam sebuah konferensi pers yang dihadiri oleh Pemimpin Wilayah Perum BULOG NTB, Kepala Dinas Perdagangan NTB, serta jajaran dari Polda NTB.
Selain tersangka NA, sejumlah barang bukti yang diserahkan antara lain puluhan karung beras kualitas rendah, karung beras dengan label SPHP Bulog, mesin ayak, mesin jahit karung, serta kendaraan pickup yang digunakan dalam praktik ilegal tersebut.
Kombes FX Endriadi, Direktur Reskrimsus Polda NTB, mengungkapkan bahwa kasus ini pertama kali terungkap pada bulan Juli 2025 dengan lokasi kejadian di salah satu rumah di Komplek Perumahan Gerung, Lombok Barat. Kasus ini berhasil diungkap berkat kerjasama antara Satgas Pangan Polda NTB dan Kanwil BULOG NTB.
“Modus yang dilakukan tersangka adalah mencampurkan beras kualitas rendah dengan beras Bulog, kemudian mengemasnya dengan kemasan yang menyerupai produk Bulog. Beras oplosan ini kemudian dijual kepada pengecer, baik di ritel tradisional maupun pasar-pasar,” terang Kombes Endriadi.
Penyelidikan mengungkap bahwa beras yang dijual tersebut ternyata tidak memenuhi standar kelayakan konsumsi. Selain itu, sebagian besar beras tersebut dijual di pasar tradisional dengan label Bulog, padahal kualitasnya jauh di bawah standar.
Tersangka NA, yang merupakan seorang pegawai negeri sipil di salah satu lembaga di Pulau Lombok, diduga telah menjalankan praktik ini dalam waktu yang cukup lama. Namun, baru kali ini tindakan ilegal tersebut berhasil terungkap.
Atas perbuatannya, NA terancam dijerat dengan beberapa pasal, di antaranya Pasal 62 ayat (1) dan Pasal 8 ayat (1) huruf a UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Pasal 106 jo Pasal 24 ayat (1) UU No. 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, dan/atau Pasal 100 UU No. 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis.
“Ancaman hukumannya bisa mencapai 5 hingga 10 tahun penjara. Tindakan tersangka tidak hanya merugikan konsumen, tetapi juga melanggar sejumlah undang-undang yang berlaku,” tegas Kombes Endriadi.
Pihak Perum BULOG NTB melalui pemimpin wilayah, Mara Kamin Siregar, menyampaikan apresiasi kepada Satgas Pangan Polda NTB yang telah berhasil membongkar kasus oplosan beras ini. Ia juga menyatakan bahwa perbuatan tersebut sangat merugikan masyarakat dan bisa berpengaruh pada kepercayaan terhadap kualitas produk Bulog.
Kadis Perdagangan NTB, Jamaluddin Malik, turut mengapresiasi kinerja Polda NTB dalam mengungkap kasus ini. Ia berkomitmen untuk terus meningkatkan pengawasan agar praktik-praktik curang serupa dapat dicegah di masa depan.
“Pemerintah NTB akan terus bekerja sama dengan pihak terkait untuk mencegah peredaran barang-barang yang merugikan konsumen, serta menjaga kualitas dan standar produk yang beredar di pasar,” ujar Jamaluddin. (*)