Oleh: Alfi Sahrin, M.Si
HARUSNYA yang lebih alot dan kritis dibicarakan publik dan elit adalah soal kebijakan-kebijakan fundamental apa untuk mengatasi problem daerah. Bukan ribut tolak dan lanjut periode kepemimpinan Bupati. Bukan juga soal siapa layak dan pantas jadi ketua DPRD. Didebatkan pun itu tidak substansial.
Poinnya siapapun Bupati dan Ketua DPRD terpilh tentu telah diatur dan memenuhi kualifikasi ketentuan syarat dari prosedur demokrasi. Dan itu sangat administratif, formil dan tekhnis. Yang penting adalah bagaimana publik menggugat matinya nurani dari lemahnya peran legislator dalam inovasi penganggaran, supervisi dan mandulnya prestasi-prestasi hasil legislasi.
Saya cenderung menyimak belum banyak dari kita yang mempermasalahkan masih jauhnya implementasi aktual dari program dan gagasan ideal dalam visi Bima ramah. Soal pemanfaatan sumber daya laut di pesisir misalnya. Bentangan garis pantai dari Panda melingkar memanjang sampai ke Sampungu Soromandi perbatasan dengan Kiwu, Kabupaten Dompu.
Harusnya Hamparan geografis yang eksotis dilimpahi pemandangan dan potensi laut yang melimpah itu, Bupati memiliki rencana apa dan menghasilkan apa dan menginvestasikan apa. Seorang Bupati harus punya master plan yang futuristik untuk mengelolanya sebagai sumber pendapatan daerah dan perbaikan mutu kesejahteraan masyarakat di sekitar.
Oleh karena itu perlu kerja-kerja sistemik dan kolaboratif mengidentifikasi basis-basis potensi wilayah pesisir. Supaya tidak hanya mengharapkan belas kasihan pemerintah pusat dan provinsi dalam alokasi dana perimbangan keuangan pusat dan daerah. Desentralisasi harusnya jadi motivasi yang menginsafi kepala daerah untuk lebih kreatif, mandiri dan unggul dalam kontestasi mengatur dan mengelola sumber daya alam di daerah.
Sape, Langgudu dan Wera adalah wilayah yang juga memiliki potensi laut dan garis pantai yang panjang dengan aneka kekayaan biotik dan abiotik laut yang mengagumkan. Semua jenis ikan eksport seperti kerapu, mutiara, rumput laut dan lobster melimpah disediakan alam.
Pertanyaanya? apa sudah ada kebijakan mendasar yang mengeksplorasi sumber daya potensial laut ini menjadi komoditas yang unggul sebagai trade marknya daerah. Sehingga dapat mendorong tumbuhnya both side effect yaitu pemerintah mendapatkan keuntungan ekonomi, nelayan dan warga sekitar juga menuai kesejahteraan peningkatan pendapatan.
Pemerintah daerah harus menginisiasi berkembangnya sentra-sentra pertumbuhan ekonomi baru di kecamatan melaui kebijakan pembukaan industri kreatif abon ikan, investasi eksport ikan dan aneka olahan modern dengan bahan baku dasar ikan.
Program semacam ini sudah dilakukan di banyak negara seperti yang ditulis Ricardo Olivera di Venezuela. Bahkan di Sulawesi Selatan di Kabupaten Bone kampungnya pak JK (Wapres) dibuat industri Abon ikan cakalang yg cukup laku. Begitu juga di Kabupaten Takalar Makasar, di sana nelayan-nelayannya mengeskport ikan terbang baik mentah maupun olahan lain, bahkan tersedia eksport telur ikan terbang. Meskipun bukan jenis (caviar) telur ikan beluga makanan khas bangsawan dan elit eropa yang satu porsi dihargai Rp 100 juta.
Tetapi yang mau saya katakan bahwa Bupati sebagai kepala daerah harus mmiliki kekayaan gagasan, inovasi dan kreatifitas untuk memfasilitasi hadirnya kemajuan daerah lewat pembuatan kebijakan kemudahan admnistrasi dan aturan investasi.
Buatkan infrastruktur investasi diantara Bandara yang kelasnya dinaikan pelayanan dan fasilitasnya. Pelabuhan yang mengakomodasi aneka jenis kapal dengan fasilitas memukau, pasar yang representatif yang menyediakan semua kebuthan lokal, nasional bahkan dunia.
Saya beritahu bahwa produktifitas investasi di daerah akan sulit berkembang kalau Bupati tidak menyiapkan 3 hal. Pertama infrastruktur arus yang memudahkan komoditas barang. Kedua, sumber daya manusia yang unggul dengan keahlian high standar dan yang paling penting ketiga, ketersediaan energi.
Investor tidak akan menyimpan uang kalau listrik mati 5x sehari seperti reguler terjadi akhir-akhir ini. Itu masalah dasar kita di Bima, kelangkaan energi. Bupati panggil PLN, tegas tanyakan masalah dasarnya apa listrik terus mati. Investor juga menolak investasi kalau daerah tidak kondusif suka, ribut dan onar karena itu kepala daerah harus memperbaiki supremasi hukum.
Investor ragu investasi kalau sumber daya manusia tidak relevan dengan kebutuhan industry. Karena itu kepala daerah dan DPR, Dinas PUPR, Bappeda serta badan penanaman modal (masih ada ya lembaganya?) dan BUMD harus kolaboratif dengan universitas-universitas dan PTS di Bima dan luar Bima. Untuk menyiapkan sumber daya yang dibutuhkan dalam menyambut investasi. Harusnya yang begini yang urgent didiskusikan oleh publik.
Mengelola satu potensi sumber daya laut sebenarnya sudah cukup membuat masyarakat Bima sejahtera. Kalau kepala daerah memiliki perencanaan yang baik dan keberpihakan pada prioritas pemanfaatan sumber daya kelautan. Diantaranya kalau concern dan fokus menyiapkan investasinya adalah, pertama memperbaiki kualitas ekosistem laut. Tindak tegas kebiasaan penangkapan ikan dengan bom. Efeknya sangat merusak biota laut tetapi di Bima kebetulan saya memiliki kebun di area dekat pantai dalam 1 hari bisa terdengar 1-4 kali ledakan bom ikan. Ini persoalan serius Bupati harus peduli dan perlu tegas menekan mitra kerjanya polisi.
Persiapan kedua, yang mesti Kepala daerah lakukan adalah peremajaan tanaman bakau di sepanjang pantai di seluruh kecamatan-kecamatan secara periodik. Ini sangat baik bagi kelestarian ekosistem laut sehingga spesies ikan dan kepiting dapat maksimal berkembang biak. Dan yang ketiga, untuk menyiapkan kecukupan ketersediaan bahan baku dalam investasi pemanfaatan hasil laut adalah peremajaan alat tangkap nelayan. Sediakan solar murah, bensin murah dan stasiun pengisian bahan bakar yg mudah diakses di basis-basis kampung nelayan di pinggir pantai. Saya menemukan itu di Sulsel dan sangat efektif mendorong produktifitas kesejahteraan masyarakat pesisir.
Betapa banyak potensi daerah kita di Kabupaten Bima. Satu saja saya jelaskan di atas akan membuat kita kaya kalau serius dikelola pemerintah. Lalu bagaimana capaian IDP -Dahlan dalam pemanfaatan hasil sumber daya pesisir selama kepemimpinan. Jangan-jangan tidak ada kebijakan baru yang sama sekali dibuat.
Lalu kalau menawarkan diri untuk dipilih kembali rasanya kita harus menguji dan mengajukan pertanyaan kritis terkait kualitas dirinya untuk menyusun tata kelola sumber daya alam pesisir. Jika terpilih lagi atau kita bisa mengajukan pertanyaan yang sama kepada yang lain yang akan terpilih. Hanya pemimpin bodoh yang tidak bisa menawarkan dan menghadirkan manfaat kebaikan dengan mengelola maksimal potensi kelautan, pertanian, kehutanan, pertambangan dan peternakan di Bima melaui inovasi tekonologi, alih teknologi dan diseminasi teknolgi.
Hampir semua tata kelola pemanfaatan sumber daya alam kita masih sangat tradisional. Petani, nelayan, penambang dan peternak belum ada pengelolaan sistem pertanian yang base industri demand. Sehingga kita dapat semua manfaat dari sistem tata kelola pertanian kontemporer misalnya jual beli bibit unggul, eksport komoditas unggulan dan penangkaran bibit unggul. Kita lemah di volume produksi, profit margin of sale dan marketing of sale.
Bupati harus punya pikiran kritis bermula dari sini karena sumber kelangsung nafas birokrasi ditentukan optimalisasi ekstraksi sumber daya alam dan manusia. Bima ramah belum mewujudkan paparan saya ini. Lalu bagaimana dengan eksplorasi sumber daya alam lain seperti peternakan. Dimana sih lokasi sentra pengembangan sapi Daerah bukan milik mandiri peternak karena kalau itu saya pribadi punya tetapi yang digagas pemerintah.
NTT itu penyumbang kebutuhan sapi terbesar nasional, kita kalah bersaing. Lalu apa invensi kita supaya sejajar dengan mereka. Perbaiki tata kelola aturannya, perbanyak distribusi bibit sapi, buat RPH modern dan bangun juga industri turunannya dan lakukan pembinaan kepada kelompok-kelompok ternak berprestasi sehingga mereka produktif. (*)
Penulis adalah Kandidat Doktor Antropologi Politik Universitas Hasanuddin Makassar