BPK Temukan Dugaan Penyimpangan Pembangunan Masjid Agung Bima Rp8,4 Miliar

0
BPK NTB menemukan dugaan penyimpangan anggaran dalam pembangunan Masjid Agung Bima. (Foto: Istimewa)

Bima, katada.id – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) NTB menemukan dugaan penyimpangan dalam proyek pembangunan Masjid Agung Kabupaten Bima. Menurut hasil audit BPK atas laporan keuangan pemerintah Kabupaten Bima pada 2021, ada tiga temuan penyimpangan yang berpotensi merugikan keuangan daerah senilai Rp8,4 miliar.

Pembangunan Masjid Agung Bima (multiyears) ini menyedot anggaran Rp78.020.000.000. Proyek dengan perjanjian (kontrak) tahun jamak Nomor 602.1/640/001/K-PKP/2020 tanggal 11 Maret 2020 dikerjakan PT. Brahmakerta Adiwira. Jangka waktu pelaksanaan pekerjaan selama 547 hari kalender sampai dengan 8 September 2021.

Pekerjaan telah dinyatakan selesai dan dilakukan serah terima pekerjaan sesuai Berita Acara Serah Terima Pertama Hasil Pekerjaan No. 932/09/06.10/AP-PHP/III/2022 tanggal 7 Maret 2022. Sementara, pembayaran telah dilakukan 100 persen pada 23 Desember 2021 senilai Rp3.901.000.000.

Menurut hasil audit BPK, pelaksanaan pembangunan Masjid Agung Bima pada Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman ini tidak sesuai ketentuan senilai Rp8,4 miliar. Dengan rincian, penyelesaian pekerjaan terlambat dan belum dikenakan sanksi denda senilai Rp832.075.708,95; kekurangan volume pekerjaan konstruksi senilai Rp497.481.748,58; dan kelebihan pembayaran pajak pertambahan nilai (PPN) Rp7.092.727.273,00.

Penyelesaian Pekerjaan Terlambat Belum Dikenakan Sanksi Denda

Pembangunan Masjid Agung Bima dilaksanakan secara multi years selama 2 tahun anggaran dengan waktu pelaksanaan pekerjaan selesai pada 17 Desember 2021. Namun, pada tanggal tersebut pelaksanaan pekerjaan tersebut belum selesai. Sehingga pejabat pembuat komitmen (PPK) memberikan kesempatan pertama untuk menyelesaikan pekerjaan selama 50 hari kalender sampai dengan 5 Februari 2022.

Namun pada saat tim melakukan pengujian keberadaan tanggal 7 dan 14 Februari 2022 diketahui bahwa bangunan tersebut belum selesai dikerjakan. Kemudian diketahui PPK memberikan kesempatan kedua untuk menyelesaikan pekerjaan selama 30 hari kalender sampai dengan tanggal 8 Maret 2022.

Berdasarkan Laporan Progres Pekerjaan per tanggal 17 Desember 2021, diketahui nilai bagian pekerjaan yang belum selesai adalah Rp10.400.946.361,82. Serah Terima pertama pekerjaan dilakukan pada tanggal 7 Maret 2022, atau 80 hari kalender sejak berakhir masa pelaksanaan kontrak. Sehingga besar denda keterlambatan yang harus dikenakan sampai dengan tanggal 7 Maret 2022 adalah Rp832.075.708,95 (1/1000 x 80 hari x Rp10.400.946.361,82).

Kepala Bagian (Kabag) Protokol Komunikasi Pimpinan (Prokopim) Setda Kabupaten Bima, Suryadin membenarkan temuan BPK terkait denda keterlambatan senilai Rp 832.075.708,95. Menurut dia, besaran denda tersebut merupakan akumulasi keterlambatan pekerjaan proyek selama 80 hari kalender dikalikan nilai kontrak. Meski demikian, masih ada perbedaan pemahaman mengenai denda keterlambatan ini.

’’ (Soal denda) sudah dibahas bersama dengan APIP (Aparat Pengawas Internal Pemerintah) untuk mencari titik temu bagi penyelesaian masalah tersebut,’’ katanya dikonfirmasi katada.id melalui pesan singkat WhatsApp, Rabu malam (1/6/2022).

Kekurangan Volume Pekerjaan

Menurut dokumen Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK NTB, beberapa item pekerjaan Masjid Agung Bima diduga ada yang tidak beres. Salah satunya pekerjaan beton bertulang.

Berdasarkan pemeriksaan fisik BPK bersama PPK, Inspektorat, kontraktor pelaksana dan konsultan pengawas serta perhitungan volume pekerjaan diketahui terdapat kekurangan volume pekerjaan. Diantaranya berupa pekerjaan beton bertulang. Kekurangan volume pekerjaan total senilai Rp497.481.748,58.

Kepala Bagian (Kabag) Protokol Komunikasi Pimpinan (Prokopim) Setda Kabupaten Bima, Suryadin menegaskan, penyedia jasa konstruksi sudah mengakui kekurangan volume tersebut. Terhadap kekurangan volume itu, pihak rekanan menyanggupi untuk memperbaikinya. ’’Penyelesaiannya mengacu kepada item yang ada dalam diktum kontrak,’’ ujarnya.

Kelebihan Pembayaran Pajak

Selain dua temuan di atas, BPK NTB menemukan juga adanya kelebihan pembayaran pajak. Sebagai informasi, total realisasi pembayaran atas pekerjaan pembangunan Masjid Agung Bima Rp78.020.000.000 dari nilai kontrak yang terdiri dari pembayaran pada tahun anggaran 2020 Rp35 miliar dan 2021 Rp43.020.000.000. Sedangkan total nilai PPN yang telah dipungut dan disetorkan oleh bendahara pengeluaran atas realisasi pembayaran tersebut Rp7.092.727.273.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2003 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 146 Tahun 2000 tentang Impor dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu dan atau Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 2 angka 1. Bunyinya,  barang kena pajak tertentu yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan PPN adalah rumah sederhana, rumah sangat sederhana, rumah susun sederhana, pondok boro, asrama mahasiswa dan pelajar serta perumahan lainnya, yang batasannya ditetapkan oleh Menteri Keuangan setelah mendengar pertimbangan Menteri Pemukiman dan Prasarana Wilayah;

Selanjutnya Pasal 3 angka 4 yang bunyinya, Jasa Kena Pajak Tertentu yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan PPN adalah jasa yang diserahkan oleh kontraktor untuk pemborongan bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 angka 1 dan pembangunan tempat yang semata-mata untuk keperluan ibadah.

Sesuai dengan ketentuan tersebut, menurut BPK NTB, atas jasa yang diserahkan oleh kontraktor pekerjaan pembangunan Masjid Agung Kabupaten Bima dibebaskan dari pengenaan PPN. Itu apabila pembangunannya semata-mata untuk keperluan ibadah.

Kepala Bagian (Kabag) Protokol Komunikasi Pimpinan (Prokopim) Setda Kabupaten Bima, Suryadin menjelaskan, sesuai regulasi yang ada, pembangunan rumah ibadah memang tidak dikenakan pajak.

Sementara dalam pandangan pihak perpajakan, pembangunan Masjid Agung ini harus tetap dikenai pajak. Karena Masjid Agung bukan hanya menjadi tempat ibadah saja, tetapi di dalamnya ada ruang-ruang untuk kegiatan sosial keagamaan dan perkantoran.

’’Kita berharap uang tersebut dapat dikembalikan dan sekarang proses pengembalian sedang diupayakan di Dirjen Perimbangan Keuangan,’’ tandasnya. (tim)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here