Katada

Bukan Beras, Komoditas Ini Paling Sering Sumbang Inflasi di NTB Selama 2020-2023

BERI PENJELASAN: Kepala BI NTB Berry Arifsyah Harahap memberikan penjelasan mengenai komoditas penyumbang inflasi NTB, di Mataram, Selasa (14/11/2023).

Mataram, Katada.id- BPS NTB sebelumnya merilis bahwa beras penyumbang terbesar inflasi pada Oktober 2023. Terkait hal ini, Bank Indonesia (BI) perwakilan NTB menyebut bahwa komoditas yang sering menyumbang inflasi selama 2020-2023 bukanlah beras, melainkan telur ayam ras.

Kepala BI NTB Berry Arifsyah Harahap mengatakan, data tiga tahun terakhir menyatakan ada 15 komoditas penyumbang inflasi di NTB. Di antaranya, tomat, minyak goreng, daging ayam ras, bawang merah, telur ayam ras, beras, cabai rawit bawang putih , ayam hidup, ikan layang, daging sapi, kangkung, kacang panjang, ikan kembang dan jeruk.

Dari jumlah tersebut, lima besarnya adalah telur ayam ras, tomat, minyak goreng, daging ayam ras, dan bawang merah. Sedangkan untuk komoditas beras, berada di urutan keenam.

“Seperti yang kita lihat, sebenarnya bukan beras yang sering naik sebagai penyumbang inflasi, tetapi telur ayam ras,” ujarnya di Mataram, Selasa (14/11/2023).

Berdasarkan data yang ada, telur ayam ras memiliki frekuensi yang lebih sering menyumbang inflasi, dengan bobot inflasi lebih kecil selama tiga tahun terakhir. Sedangkan untuk beras, frekuensinya tidak sering namun memiliki bobot inflasi lebih besar.

“Beras ini tidak sering naik harganya tapi dampaknya besar, kalau dia naik maka inflasi juga cukup besar naiknya,” sambungnya.

Namun melihat data tiga tahun terakhir tersebut, itu menunjukkan bahwa pengendalian inflasi di NTB tidak harus selalu soal beras. Menurutnya, pihak terkait harus memperhatikan komoditas telur ayam ras. Sebab meski sekarang harganya sedang turun, namun sering juga mengalami kenaikan harga.

“Makanya ini harus dipantau terus telur ini. Jadi 5 besar inilah yang terus dipantau sehingga inflasi itu bisa aman,” jelasnya.

Berbicara soal inflasi beras, Berry mengatakan data pada Oktober tidak menunjukkan warna merah. Ada yang berwarna hijau menunjukkan adanya penurunan harga. Warna merah terjadi pada September lalu yang menunjukkan adanya kenaikan harga yang kuat, bukan di November.

Saat ini, BI NTB bersama Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) tengah memantau sejumlah komoditas yang harganya mulai tinggi. Seperti cabai rawit, cabe merah besar, bawang merah, dan lainnya.  Untuk mengendalikan harga, pihaknya bekerjasama dengan Bulog untuk melakukan operasi pasar dengan SPHP.

“Bulog menyedikan berasnya dan mengoper ke pasar untuk menjualnya dengan harga yang sudah ditetapkan sama pemerintah,” jelasnya.

“Jadi diharapkan dengan demikian, kenaikan harga bisa ditekan,” tandasnya. (Ham)

Exit mobile version