Mataram, katada.id – Rektor Universitas Muhammadiyah Mataram (Ummat), Dr. H. Arsyad Gani membekukan lembaga Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) dan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Muhammadiyah Mataram. Keputusan tersebut diduga merespon aksi demonstrasi yang dilakukan mahasiswa Ummat yang dimotori BEM dan DPM, Rabu (19/10/2022).
Keputusan membekukan dua organisasi Ummat tertuang dalam Surat Keputusan Rektor Universitas Muhammadiyah Nomor: 237/II.3.AU/O/KEP/X/2022 tentang Pencabutan SK Dewan Perwakilan Mahasiswa dan Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Mataram Periode 2022-2023.
Keputusan tersebut menyusul tindakan pembakaran almamater Ummat dalam aksi demonstrasi mahasiswa diklaim menciderai harkat dan martabat serta nama baik Kampus.
“Tindakan tersebut tidak dapat dibenarkan berdasarkan kode etik yang berlaku. Menyikapi itu perlu diberikan sanksi administratif yang proporsional sesuai aturan yang berlaku yang ditetapkan melalui SK Rektor,” tegas Rektor Ummat Dr. H. Arsyad Gani dikutip dari diktum SK tersebut, Rabu (26/10/2022).
Imbasnya, struktur kepengurusan DPM dan BEM periode tersebut dinyatakan tidak berlaku. Kegiatan organisasi DPM dan BEM kemudian dinyatakan illegal. “Segala bentuk kegiatan DPM dan BEM tidak sah, sampai terbentuknya kepengurusan DPM dan BEM yang baru” tegasnya.
Eks Presiden Mahasiswa Ummat, Afrizal menilai SK Rektor Umat itu prematur atau terburu-buru. Ia beralasan bahwa pihak Rektorat Ummat tidak punya inisiatif memanggil pengurus dua organisasi untuk dimintakan klarifikasi atas aksi demonstrasi mahasiswa tersebut. “Keputusan Rektor ini tendensius, berkesan otoriter dan menciderai demokrasi,” tudingnya.
Menurutnya, antara birokrasi dan mahasiswa mestinya bisa berkomunikasi secara baik-baik dalam menyelesaikan dinamika yang ada. Ia lebih lanjut mempersoalkan klaim sepihak yang menyebut aksi mahasiswa sebagai tindakan menciderai dan merusak martabat serta nama baik kampus.
“Kritik tanda cinta kami terhadap Ummat. Justru melawan kritik dengan membekukan organisasi kemahasiswaan itulah yang merusak harkat dan martabat kampus. Apa kata orang diluar sana, kritik dihukum dengan tangan besi ala Rezim Soeharto,” sindir pimpinan BEM Ummat yang dibekukan ini.
Afrizal menambahkan, nama baik dan harkat dan martbat kampus mestinya ditafsirkan secara autentik. Tidak muluk hanya diarahkan menghukum pikiran dan tindakan yang berbeda dari kepentingan birokrasi.
“Atas nama baik dan harkat martbat kampus mestinya Rektor Ummat bersikap tegas pada oknum dosen yang melakukan pelecehan seksual terhadap mahasiswa. Demi itu mestinya Rektor Ummat menindak tegas oknum pimpinan fakultas yang diduga bermasalah. Rektor harus menindak oknum pejabat tinggi Ummat yang memotong dana beasiswa bidikmisi atau KIP sebesar Rp2 Juta tiap mahasiswa. Termasuk menindak oknum dosen yang menarik uang mahasiswa untuk PKL tapi tidak menjalankan program PKL,” duganya.
Sementara Eks Ketua DPM Ummat, Rifal NA mengaku menyesalkan keputusan Rektor Ummat. Menurut, Rektor Ummat terlalu ambisius membekukan lembaga kemahasiswaan Ummat. “Pak Rektor harus segera menarik kembali SK pencabutan lembaga DPM dan BEM Ummat,” katanya singkat.
Sementara itu, Rektor Ummat, Dr. H. Arsyad Gani yang dikonfirmasi belum menjawab pesan singkat yang dikirim katada.id. Hingga berita ini diturunkan, upaya konfirmasi untuk perimbangan berita masih dilakukan. (sat)