MATARAM-Nama Hj Ferra Amelia mencuat dalam perkara pengadaan sampan fiberglass Kabupaten Bima pada 2012. Ia disebut bertanggung jawab atas perkara yang merugikan negara Rp 159 juta tersebut.
Terdakwa Taufik Rusdi melalui penasihat hukumnya Muhammad Nukman menegaskan, bahwa Hj Ferra terlibat dalam perkara ini. Bahkan, dalam dakwaan jaksa maupun fakta persidangan menyebut nama Hj Ferra secara bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi.
Selain itu, Nukman mengaku, kerugian negara juga ditanggung terdakwa dan Hj Ferra. Tetapi Hj Ferra lepas tangan dan tidak membantu untuk pengembalian kerugian negara.
’’Sumber masalah kan, karena pekerjaan tidak selesai, tetapi sudah dibayar semua. Yang bertanggungjawab di sini, ya Hj Ferra selaku rekanan,’’ ungkap Nukman setelah persidangan di Pengadilan Tipikor Mataram, Senin (15/7).
Pengembalian kerugian negara dibebankan kepada kliennya. Sedangkan Hj Ferra sama sekali tidak membantu. Padahal, sebelum sidang bergulir, Hj Ferra berjanji akan membantu membayar kerugian negara.
Itulah yang membuat terdakwa keberatan. Apalagi, uang untuk pengembalian tersebut merupakan pinjaman. ’’Klien kami pinjam uang orang untuk ganti kerugian negara. Uang kerugian negara dikembalikan 8 November 2012,’’ terangnya.
Sebelumnya, Taufik Rusdi mengungkapkan keterlibatan Hj Ferra Amelia Putri dalam pengadaan sampan yang bergulir pada 2012. Keterlibatan mantan Ketua DPRD Kota Bima kala itu dituangkan dalam pledoi yang dibacakan pada persidangan di Pengadilan Tipikor Mataram, Senin (15/7). Taufik mengaku terpaksa mengaturnya karena saat penentuan rekanan mendapat tekanan dari Hj Ferra.
Taufik beralasan tidak memiliki kuasa untuk menganulir perintah dari bos-bos. Apalagi, saat itu Dae Ferra menjabat Ketua DPRD Kota Bima. Belum lagi, Bupati Bima saat itu almarhum Ferry Zulkarnain merupakan kakaknya, dan Dae Ade (Ferdiansyah Fajar Islam) yang menjabat anggota DPRD Bima merupakan adiknya.
Sebagai informasi, perkara korupsi sampan fiberglass. Pengadaan sampan ini dikerjakan melalui Dinas Pekerjaan Umum (PU) Bima, yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus Transdes Kementerian Dalam Negeri Rp 1 miliar pada 2012. Saat itu, Taufik ditunjuk sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
Dalam proses pengadaan, terdakwa tidak melakukan seluruh tahapan kegiatan, mulai dari proses pemilihan penyedia barang/jasa (pelelangan), maupun pelaksanaan kegiatan pengadaan sampan fiberglass. Sehingga secara keseluruhan dokumen berkaitan dengan seluruh tahapan tersebut dibuat setelah pekerjaan pengadaan sampan berakhir, dengan maksud seolah-olah ada proses.
Taufik juga didakwa melakukan rekayasa proses penunjukan langsung dengan seolah-olah menunjuk lima perusahaan untuk mengerjakan lima paket proyek itu. Yakni CV Lewa Mori Putra Pratama, CV Lamanggila, CV Wadah Bahagia, CV Sinar Rinjani, dan CV Bima Putra Pratama. Perbuatan terdakwa mengakibatkan kerugian keuangan Rp 159.816.518. (dae)