Katada

DAU Ditunda, Pemkab Lombok Utara Enggan Disalahkan

Kepala Bappeda Lombok Utara Heryanto.

Lombok Utara, Katada.id – Kepala Bappeda Lombok Utara Heryanto angkat bicara terkait Dana Alokasi Umum (DAU) sebesar 35 persen yang ditunda oleh pusat. Menurutnya penundaan ini bukan sepenuhnya kesalahan Pemkab.

Ia menegaskan penundaan pencairan DAU itu dikarenakan aturan yang dibuat pemerintah pusat. “Tertundanya DAU bukan salah daerah, tapi aturan yang diberikan oleh pemerintah pusat amburadul karena selalu berubah, juga waktu yang diberikan begitu mepet,” bebernya, Selasa (12/5).

Ia menjelaskan,sebenarnya Pemkab sudah menyampikan laporan dukungan anggaran untuk penanganan Covid-19 sebesar Rp 65 miliar pada 17 April lalu. Laporan tersebut disampaikan sesuai dengan arahan pada Permendagri Nomor 20 dan PMK Nomor 19. Di dalam aturan itu mengatakan pelaporan maksimal 7 hari setelah keluarnya aturan tersebut. “Malahan kita menyelesaikan itu hanya 5 hari saat itu,” akunya.

Ternyata pada 9 April setelah Perbup diselesaikan dan muncul lagi SKB (Surat Keputusan Bersama) dua menteri. Yakni SKB Mendagri 119 dan SKB Kemenkeu 177, yang didalamnya meminta pemotongan 50 persen belanja modal dan 50 persen belanja barang dan jasa. “Ini kan kerja rodi namanya. Baru kita sampaikan refocusing tahap I, lagi keluar regulasi baru dan diminta sesuaikan lagi,” terangnya.

Kata dia, sebenarnya anggaran penanganan Covid-19 di daerah sudah siap. Bahkan nilainya merupakan yang tertinggi di NTB. Namun setelah munculnya SKB dua Mentri 9 April, diikuti lagi PMK Nomor 35 pada 16 April lalu yang menginsyaratkan lagi beberapa item yang harus dipotong. “Jadi habis-habisan dana daerah ini dipotong pusat,” bebernya.

Hery menegaskan, menyesuaikan kembali regulasi itu tidaklah gampang. Kesulitan ini sudah disampaikannya kepada BPKP. Terutama kaitanya anggaran belanja barang dan jasa sudah dieksekusi di setiap OPD.

“Inilah tidak bijaknya peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat. Itu tidak bijak karena mengikat dengan presentase,” keluhnya.

Akibat kebijakan SKB 9 April dan PMK Nomor 35 tersebut, ada 373 dari 500 kabupaten/kota di Indonesia tidak mampu melakukan refocusing. Setelah itu muncul lagi SP Nomor 30 dari Kemenkeu yang di dalamnya ada relaksasi menjadi 35 persen jika tidak sanggup 50 persen. “Inikan main-main saja pusat ini,” cetusnya.

Dia mengaku stress dengan amburadulnya aturan ini. “Dalam hal ini lantas siapa yang bisa disalahkan,”sesalnya. “Coba dari kemarin pakai SP 30 itu, kan selesai urusannya. Tidak ada dana yang akan tertunda,” katanya.

Dia membeberkan, tidak tanggung- tanggung, anggaran daerah yang dipotong pusat cukup besar. Di antaranya DAK Fisik hampir Rp 67 miliar dan DAU Rp 42 miliar. (ham)

Exit mobile version