Mataram, katada.id – Mantan Wali Kota Bima Muhammad Lutfi menjalani sidang dengan agenda pemeriksaan terdakwa perkara suap dan gratifikasi pada pengadaan barang dan jasa di lingkup Pemkot Bima, Senin (22/4).
Ia membantah semua dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Termasuk menerima aliran dana dari proyek-proyek pengadaan barang dan jasa di lingkup Pemkot Bima.
Perdebatan panas pun mewarnai sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Putu Gde Hariadi. Awalnya JPU KPK menanyakan perihal hubungan terdakwa Lutfi dengan sejumlah kontraktor yang mengerjakan proyek Pemkot Bima.
Lutfi mengaku tidak mengetahui siapa yang mengerjakan sejumlah proyek di Kota Bima, seperti Jalan Nungga Toloweri, sejumlah puskesmas, dan proyek lainnya.
“Saya tahu ada proyek itu, karena ada di perencanaan. Tapi tidak tahu siapa yang mengerjakan,” kata dia menjawab pertanyaan JPU.
Baca juga: Lurah Mengaku Pendukung Setia Aji Man Jadi Saksi Terdakwa Lutfi, Hakim: Anda Harus Netral, Anda ASN!
JPU juga menanyakan seputar aliran uang yang berasal dari Muhamad Makdis, mantan adik ipar istrinya Eliya. Lutfi mengaku menerima uang dari Makdis sebesar Rp 500 juta untuk kebutuhan merenovasi rumahnya di Jalan Gajah Mada, Kota Bima.
”Tanah tersebut dibeli saat jadi DPR RI. Saya bangun rumah untuk dijadikan rumah dinas (wali kota). Rumah yang direnovasi seluas 300 meter. Renovasi ganti plafon, keramik, dan lainnya,” jelas dia.
Ia menjelaskan, pengerjaan rumah tersebut ditangani Makdis tanpa menggunakan perusahaan. ”Bukan pakai PT (perusahaan), karena rumah pribadi. Jadi rumah tersebut disewa jadi rumah dinas,” terangnya.
Uang yang digunakan untuk merenovasi rumah tersebut telah diganti Eliya pada Juli 2019. ”Pembayaran setelah jadi rumah bulan Januari tahun 2019. Pembayarannya ditransfer ke rekening Makdis,” terang Lutfi.
Baca juga: Air Mata Camat Asakota dan Rasanae Barat Tumpah di Sidang Korupsi Lutfi: Beliau Dizalimi!
Lutfi juga tak menampik menerima uang dari Makdis sebelum menjadi wali kota Rp 15 juta pada 19 September 2018 dan pada 1 Oktober 2018 Rp 40 juta. ”Kalau yang Rp 40 juta saat saya menjadi wali kota. Tidak ada kaitan dengan proyek,” ungkapnya.
Jaksa juga menampilkan rekening koran mengenai aliran uang Rp 240 juta dalam persidangan. Lutfi menjelaskan bahwa uang tersebut merupakan gajinya. “Uang itu gaji saya selama beberapa bulan. Kemudian baru saya tarik,” terangnya.
Lutfi juga membantah membelikan mobil mewah seharga Rp 500 juta sebagai hadiah ulang tahun istrinya Eliya. Jaksa pun memperlihatkan barang bukti percakapan via pesan WhatsApp yang berisi Lutfi menyuruh Makdis membeli kendaraan roda empat tersebut. Uang yang digunakan untuk membeli mobil berasal dari PT Risalah Jaya Konstruksi yang dipimpin Makdis. “Tidak, tidak seperti itu,” kelit Lutfi.
Jaksa juga mencecar mantan anggota DPR RI dua periode ini terkait daftar list proyek yang dibawa Kadis PUPR Kota Bima Muhammad Amin. Di sini perdebatan mulai panas. Lutfi tetap ngotot tidak membuka dan mengetahui list proyek yang disodorkan Amin.
Baca juga: Sebut Kasusnya Direkayasa, Mantan Wali Kota Bima Lutfi Anggap Ulah Lawan Politik
JPU pun berulang kali menanyakan mengenai alasan tidak membuka dokumen berisi list proyek tersebut. Namun Lutfi tetap pada jawabannya. ”Saya tidak buka. Untuk apa saya buka, karena semua proyek di Pemkot Bima itu sudah ada dalam perencanaan,” paparnya.
Perdebatan sengit Lutfi dan JPU mengharuskan hakim menyudahi pertanyaan seputar list proyek. Kemudian, JPU menanyakan lagi perihal kepala dinas sering bertemu dengan istrinya Eliya.
Lutfi mengatakan, selaku ketua PKK, istrinya sering berkoordinasi dengan kepala OPD, bukan berkaitan dengan proyek. JPU pun mengingatkan dari fakta persidangan bahwa kepala OPD harus menyetor para pemenang tender terlebih dahulu kepada Eliya sebelum mengumumkannya. ”Kadis takut dan harus memberitahukan kepada Umi Eli, baru diumum pemenang lelang,” tanya JPU.
Hal ini dibantah Lutfi. Ia menegaskan, pernyataan saksi di persidangan sebelumnya tidak benar. ”Itu kan cuma (pengakuan) satu orang,” tepisnya.
Baca juga: Wow, Pemkot Bima Habiskan Anggaran Rp 2,3 Miliar untuk Kerja Sama dengan Media Online
Perdebatan kembali terjadi ketika JPU menanyakan kepada terdakwa mengenai hak dan tanggung jawab wali kota terhadap semua kebijakan. Termasuk kewenangan menentukan pemenang tender proyek.
”Tidak ada. Tidak bisa dan tidak ada kewenangan wali kota memutuskan pemenang tender,” tegasnya.
Jawaban terdakwa Lutfi membuat JPU kembali melempar pertanyaan. ”Lalu kenapa bapak bisa duduk di sini (pengadilan). Kebijakan bapak sebagai wali kota, sehingga bapak bisa duduk di sini. Tidak akui ya?,’’ tanya jaksa.
Lutfi menegaskan dirinya saat menjadi wali kota tidak pernah mengintervensi pemenang tender setiap proyek. ”Tidak. Tidak akui,” jawabnya.
Baca juga: Pj Wali Kota Bima Kena Teguran karena Langgar Mutasi Pejabat
Sebagai informasi, terdakwa Lutfi didakwa menerima uang suap proyek sebesar Rp 1,95 miliar dari Direktur Cabang PT Risalah Jaya Kontruksi Muhammad Makdis pada proyek di Dinas PUPR dan BPBD Pemkot Bima tahun anggaran 2019-2020.
Uang tersebut sebagai fee proyek pada pengerjaan pelebaran Jalan Nungga Toloweri serta pengadaan listrik dan penerangan jalan umum di perumahan Oi’Foo Kecamatan Rasanae, Kota Bima.
Terdakwa memiliki adik ipar bernama Muhammad Makdis yang merupakan kepala cabang PT Risalah Jaya Kontruksi. Terdakwa bersama istrinya, Ellya atau Umi Ellya, bersama-sama memberikan fasilitas terkait pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemkot Bima untuk Muhammad Makdis.
Terdakwa dan istri terdakwa Umi Ellya memberikan Muhammad Makdis paket-paket pekerjaan. Bahwa fasilitas yang diberikan oleh terdakwa bersama Elya kepada Muhammad Makdis itu juga dijadikan rumah pribadi sekaligus sebagai kantor PT Risalah Jaya Kontruksi.
Baca juga: Deretan Kekayaan Pejabat Pemkot Bima: Harta Pj Wali Kota Bertambah Rp 183 Juta (1)
(ain)