MATARAM-Aksi penolakan pengesahan RUU KUHP dan UU KPK jilid II mahasiswa berujung ricuh. Massa pendemo dan aparat kepolisian terlibat bentrokan, Senin (30/9).
Kapolda NTB Irjen Nana Sudjana mengaku, sejak awal dirinya menyampaikan kepada seluruh massa aksi agar melakukan aksi damai tidak anarkis, atau bahkan memprovokasi keadaan. “Kita minta mereka (Mahasiswa) supaya melakukan aksi damai, tidak berbuat rusuh. Tapi yang terjadi aksi lempar batu,” ujar Kapolda NTB, Senin (30/9) malam.
Pada aksi itu, kericuhan tak terelakan antara polisi dan mahasiswa. Saling lempar batu mewarnai aksi yang berakhir setelah magrib di sekitar halaman kantor DPRD NTB.
Sudjana menegaskan, upaya kepolisian kepada mahasiswa tetap mengedepakan pendekatan persuasif. Juga imbauannya agar tidak terjadi aksi rusuh. Mahasiswa diminta masuk menemui dewan, tapi dengan syarat harus perwakilan. Artinya tidak semua diperbolehkan masuk.
“Pendekatan humanis udah dilakukan. Kita mempersilahkan perwakilan mereka untuk masuk ke dalam (kantor dewan). Justru mereka minta dan memaksakan diri untuk masuk semua, sementara kita juga punya aturan sendiri,” bebernya.
Sementara, yang diduga melakukan pelemparan atau provokator telah diamankan di Polda NTB untuk dimintai keterangan lanjutan. “Ada sekitar 26 orang yang kita angkut tadi untuk diproses. Yang terlihat ternyata bukan hanya mahasiswa dari sekian yang kita amankan, ada dua orang warga yang ikut terlibat dalam aksi itu diduga provokator,” ungkapnya.
Kapolda menambahkan, ada sekitar lima orang dari anggota yang jadi korban pelemparan batu, dan satu orang dari TNI.
Secara terpisah, salah satu anggota massa aksi yang terlibat aksi David Putra Alfatih mengakui aksi tersebut dibubar paksa aparat kepolisian. Dia tidak berkomentar panjang ditanya seputar berapa rekanya yang diangkut paksa. “Dari data kami, ada puluhan orang,” ucapnya. (rif)