Site icon Katada

Diduga Rusak Ekosistem Laut, PT Autore Akan Dilaporkan ke KPK hingga Presiden

Ketua Indonesia Construksi Watch (ICON-W) NTB Lalu Mukkaraf (kiri), Ketua Yayasan Gumi Paer Lombok Lalu Junaidin (tengah), dan seorang nelayan Suparman menunjukan surat jawaban dari Dinas Kelautan dan Perikanan NTB, Rabu (18/12).

Mataram, katada.id – PT Autore Pearl Culture, perusahaan penghasil mutiara yang beroperasi di Sekaroh, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB) akan dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Perusahaan tersebut diduga beroperasi secara ilegal di atas lahan seluas 15 hektare.

Selain itu, aktivitas PT Autore diduga merusak ekosistem laut, mengganggu aktivitas nelayan, dan mengancam sektor pariwisata di sekitar Pantai Pink.

Ketua Indonesia Construksi Watch (ICON-W) NTB, Lalu Mukkaraf menyebutkan bahwa PT Autore beroperasi di lima blok, salah satunya adalah blok D yang masuk dalam tata ruang wisata. “Blok D ini meliputi 15 ribu hektar. Sekaligus pusat dari terumbu karang dari lima blok yang ada,” jelas Mukkaraf, Rabu (18/12).

Ia menegaskan, wilayah blok D, yang digunakan untuk produksi mutiara yang seharusnya tidak bisa dijadikan area operasi karena merupakan kawasan pariwisata. “Blok D ini bukan daerah untuk operasi karena masuk tata ruang pariwisata. Kami menduga ada kejahatan korupsi dan terjadi pembiaran,” duganya.

Mukkaraf mengatakan, selama 10 tahun beroperasi PT. Autore melakukan panen sebanyak dua kali dalam setahun, dengan total 6.000 kerang untuk sekali panen. Menurutnya, aktivitas ini telah menyebabkan kerugian negara yang mencapai miliaran rupiah.

Ia juga menuding PT Autore tidak mematuhi peraturan hukum meskipun telah beberapa kali mendapatkan peringatan dari pemerintah daerah pada periode 2019–2022. Hingga kini, perusahaan tersebut masih beroperasi dan merusak ekosistem laut di Pantai Pink, Gili Peteluk, dan destinasi wisata lainnya.

Ketua Yayasan Gumi Paer Lombok, Lalu Junaidin juga menyuarakan hal yang sama. Ia menjelaskan bahwa perusahaan tersebut merusak terumbu karang dengan memasukkan beton diameter kurang lebih satu meter ke laut. “Ada beton sekitar satu meter juga di sana,” ujar Junaidin.

Ia mengungkapkan, berbagai upaya telah dilakukan melalui Pemkab Lombok Timur dan Pemprov NTB, tetapi hasilnya nihil. Sebagai langkah lanjutan, pihaknya berencana melaporkan kasus ini ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Presiden Prabowo Subianto dan beberapa menteri terkait. “Kami akan laporkan ke KPK dengan tembusan ke Presiden Prabowo Subianto dan Menteri-menteri terkait,” tegasnya.

Junaidin menambahkan bahwa aset pemerintah Lombok Timur seharusnya tidak menguntungkan pihak luar, terutama jika aktivitas tersebut mengganggu sektor pariwisata dan kehidupan nelayan setempat. “Kami punya fakta-fakta,” katanya.

Sementara, seorang nelayan asal Sekaroh Suparman mengungkapkan bahwa wilayah yang kini digunakan PT Autore sebelumnya merupakan area favorit para nelayan untuk menangkap ikan. “Sekarang sudah tidak bisa menangkap di sana, aktivitas nelayan terhalangi,” ungkapnya.

Ia juga menyebutkan bahwa masyarakat setempat telah beberapa kali melakukan aksi penolakan terhadap keberadaan perusahaan tersebut. Namun pemerintah tidak ada tindaklanjutnya dan terkesan membiarkan perusahaan tersebut tetap beroperasi di area yang masuk dalam tata ruang pariwisata. “Masyarakat di sana juga pernah demo,” ujarnya.

Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Muslim yang dikonfirmasi mengenai aktivitas PT Autore yang diduga ilegal belum merespon. Sementara, pihak PT Autore masih dalam upaya konfirmasi. (din)

Exit mobile version