Mataram, katada.id – Kejaksaan Tinggi NTB memeriksa secara marathon belasan anggota dewan terkait dugaan gratifikasi dalam pusaran kasus “dana siluman” di lingkungan DPRD NTB. Pemeriksaan berlangsung sejak pagi, Senin (1/12/2025).
Para legislator itu dipanggil menggunakan surat yang diteken Aspidsus Kejati NTB, Zulkifli Said. Pemanggilan didasarkan pada dokumen penyidikan bernomor PRINT-09/N.2/Fd/1/09/2025, tertanggal 17 November 2025.
“Gelombang pertama ada 14 orang anggota dewan. Total yang kami periksa hari ini 16 orang,” ujar Kasi Penyidikan Pidsus Kejari NTB, Hendarsyah Yusuf Permana.
Dari 14 orang tersebut, 8 orang di antaranya diketahui berstatus ketua fraksi di DPRD NTB.
Anggota DPRD mulai berdatangan ke Kantor Kejati NTB sejak pukul 08.00 Wita. Mereka diperiksa bergiliran di ruang Pidsus.
Ali Usman Ahim keluar dari ruang pemeriksaan sekitar pukul 11.08 Wita. “Saya datang pagi tadi, sekitar jam 8,” ujarnya singkat.
Tak lama, sekitar pukul 11.10 Wita, menyusul beberapa legislator lain seperti Didi Sumardi, Sudirsah Sujanto, dan Moh. Akri keluar dari ruangan yang sama. “Ada teman yang lain juga diperiksa,” kata Ali Usman.
Sudirsah mengaku dimintai keterangan dalam kapasitas saksi di berkas perkara tiga tersangka. “Saya memberikan kesaksian dalam berkas,” tutur dia, namun enggan membeberkan materi pemeriksaan lebih jauh.
Anggota lain cenderung bungkam dan menolak komentar saat dicegat awak media.
Dalam kasus ini, Kejati NTB telah menetapkan 3 tersangka, masing-masing:
Indra Jaya Usman, melalui surat TAP-09/N.2/Fd.1/11/2025 (20 November 2025)
M Nashib Ikroman, lewat surat TAP-10/N.2/Fd.1/11/2025 (20 November 2025)
Hamdan Kasim, melalui TAP-11/N.2/Fd.1/11/2025 (24 November 2025)
Indra Jaya Usman dan Hamdan Kasim ditahan di Lapas Kelas IIA Kuripan, sementara M Nashib Ikroman mendekam di Rutan Kelas IIB Lombok Tengah.
Penyidik juga telah menerima pengembalian uang titipan dari 15 anggota dewan dengan nominal lebih dari Rp 2 miliar. Uang itu disebut dibagikan para tersangka ke rekan-rekan anggota dewan lainnya dengan nilai sebagai fee Pokok-Pokok Pikiran (Pokir) yang per orang mencapai Rp 2 miliar.
Para tersangka dijerat Pasal 5 ayat (1) huruf b UU 20/2001 perubahan atas UU 31/1999 tentang Tipikor. (*)











