Mataram, katada.id – Mantan Wali Kota Bima Muhammad Lutfi dituntut 9 tahun 6 bulan penjara dalam perkara suap dan gratifikasi pengadaan barang dan jasa lingkup Pemkot Bima.
Jaksa KPK mengatakan salah satu hal yang memberatkan tuntutan ialah Lutfi tidak mendukung program pemerintah dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih dari kolusi, korupsi, dan nepotisme.
Hal memberatkan lainnya adalah terdakwa Lutfi merusak kepercayaan masyarakat. ”Terdakwa berbelit-belit dalam memberikan keterangan di persidangan,” ujar Jaksa KPK JPU KPK Agus Prasetya Raharja saat membacakan tuntutan di Pengadilan Tipikor Mataram, Senin (6/5).
Sementara hal yang meringankan terdakwa Lutfi yakni berlaku sopan dan menghargai persidangan serta terdakwa belum pernah dihukum.
Baca juga: Mantan Wali Kota Bima Muhammad Lutfi Dituntut 9 Tahun 6 Bulan Penjara
Selain tuntutan 9 tahun 6 bulan penjara, terdakwa Lutfi juga dituntut agar hak politik dicabut selama 5 tahun. “Menjatuhkan hukuman tambahan terhadap terdakwa berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 5 tahun sejak terdakwa selesai menjalani pidana,” kata
Terdakwa Lutfi juga dituntut membayar denda Rp 250 juta subsider 6 bulan kurungan. Selain itu, JPU menuntut terdakwa Lutfi membayar uang pengganti kerugian keuangan negara sebesar Rp 1,920 miliar. “Apabila terdakwa tidak mampu membayar, maka diganti dengan 1 tahun kurungan,” ucap Agus.
Jaksa menyatakan terdakwa Lutfi terbukti dalam dakwaan Pasal 12 huruf i dan/atau Pasal 12B juncto Pasal 15 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Baca juga: Jaksa KPK Tuntut Hak Politik Muhammad Lutfi Dicabut Selama 5 Tahun
Dari uraian tuntutan, terdakwa Muhammad Lutfi selaku Wali Kota Bima periode 2018-2023 bersama-sama dengan Eliya alias Umi Eli (istri terdakwa), Muhammad Amin (mantan Kepala Dinas PUPR Kota Bima), Iskandar Zulkarnain (Kepala Bagian LPBJ Pemkot Bima tahun 2019 -2020), Agus Salim (Kepala Bagian LPBJ Pemkot Bima Tahun 2021-d 2022), Fahad (Kepala Bidang Cipta Karya Dinas PUPR Kota Bima), dan Muhammad Makdis alias Dedi (adik ipar terdakwa) melakukan pemufakatan jahat.
Mereka sepakat untuk melakukan pengaturan dan menentukan pemenang pekerjaan atau proyek sebelum dilaksanakan proses terhadap pekerjaan pengadaan langsung maupun melalui lelang/tender pekerjaan di dinas-dinas Pemkot Bima tahun anggaran 2018-2022.
Dari rangkaian tersebut, terdakwa Muhammad Lutfi disebut menerima uang suap proyek sebesar Rp 1,95 miliar dari Direktur Cabang PT Risalah Jaya Konstruksi Muhammad Makdis pada proyek di Dinas PUPR dan BPBD Pemkot Bima tahun anggaran 2019-2020.
Sidang lanjutan terdakwa Muhammad Lutfi dengan agenda pembacaan pledoi digelar 13 Mei 2024 nanti.
Baca juga: Sebut Kasusnya Direkayasa, Mantan Wali Kota Bima Lutfi Anggap Ulah Lawan Politik
(ain)