Bima, katada.id – Penggunaan anggaran di DPRD Kabupaten Bima menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) NTB. Ada anggaran setengah miliar lebih yang tidak bisa dipertanggungjawabkan.
Penggunaan anggaran diduga bermasalah berasal dari dana reses dan perjalanan dinas. Dengan rincian, potensi kerugian atas kelebihan pembayaran dana reses mencapai Rp322.620.000 dan perjalanan dinas diduga fiktif Rp346.518.800. Sehingga total temuan BPK sebesar Rp699.138.800.
Sekretaris DPRD Bima, Edy Tarunawan mengklaim sudah ada pengembalian. Ia tidak merincikan siapa saja dewan yang sudah mengembalikan kerugian negara tersebut. Termasuk besaran nilai yang telah dikembalikan DPRD.
Saat ditanya temuan dana reses, ia mengaku sudah ada pengembalian dari beberapa dewan. “Sudah ada pengembalian,” jawabnya ditanya katada.id via pesan singkat WhatsApp, Kamis (30/6/2022).
Mengenai perjalanan dinas diduga fiktif, Edy kembali menegaskan juga sudah ada yang dikembalikan. “Yang temuan BPK, sudah ada yang dikembalikan,” cetusnya.
Pertanggungjawaban Dana Reses Diakali
Anggaran reses DPRD Kabupaten Bima menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) NTB. Potensi kerugian atas kelebihan pembayaran dana reses mencapai Rp322.620.000.
Menurut temuan BPK pada Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) tahun 2021, pelaksanaan reses anggota DPRD tidak sepenuhnya dilakukan dengan dokumen pertanggungjawaban yang benar.
BPK melakukan pemeriksaan dengan uji petik SPJ reses terhadap 13 anggota dewan dari total 45 jumlah anggota dewan di Kabupaten Bima. Lembaga auditor ini memeriksa dokumen SPJ pada Sekretariat DPRD dan mengkonfirmasi kepada perangkat desa tempat anggota DPRD melaksanakan reses. Hasilnya menunjukkan realisasi anggaran tidak senyatanya atas kegiatan reses sebesar Rp322.620.000.
Dikutip dari LHP BPK, ada empat orang anggota DPRD Bima yang tidak melaksanakan kegiatan reses. Itu diketahui dari hasil konfirmasi BPK dengan perangkat desa tempat dilaksanakan reses sesuai SPJ empat anggota DPRD. ’’Atas kondisi tersebut, menunjukkan terdapat kelebihan pembayaran kegiatan reses minimal senilai Rp130.300.000,’’ sebut BPK dalam dokumen LHP yang didapat media ini.
Selain itu, ditemukan juga ketidaksesuaian jumlah kehadiran atas kegiatan reses. Berdasarkan hasil konfirmasi dengan perangkat desa tempat dilaksanakan reses, diketahui terdapat bahwa anggota masyarakat yang hadir dalam kegiatan reses tidak sesuai dengan jumlah daftar hadir dalam SPJ. Sehingga, terdapat selisih pembayaran kegiatan belanja makan minum reses (snack dan makan) senilai Rp74.820.000
Terakhir, hasil uji petik pemeriksaan terhadap 13 dokumen bukti pertanggungjawaban pelaksana reses, terdapat lima bukti daftar hadir kegiatan reses anggota dewan yang merupakan daftar hadir hasil fotokopian dari anggota dewan lain. Berdasarkan konfirmasi dengan pelaksana reses hal tersebut terjadi karena pelaksanaan reses Anggota DPRD berbarengan dengan anggota yang lain. ’’Sehingga kondisi tersebut mengakibatkan SPJ kegiatan reses yang tidak sah minimal senilai Rp117.500.000,’’ sebut BPK seperti dikutip dari LHP.
Karena itu, BPK merekomendasikan kepada Bupati Bima agar memerintahkan Sekretaris DPRD untuk menyetorkan kelebihan pembayaran kegiatan reses senilai Rp322.620.000.
Perjalanan Dinas Diduga Fiktif
Belanja perjalanan dinas di Sekretariat DPRD Bima tahun 2021 menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) NTB. Nilai temuan mencapai Rp346.518.800.
Kelebihan pembayaran perjalanan dinas di DPRD Bima ini diketahui dari hasil pemeriksaan surat pertanggungjawaban (SPJ) dan bukti dokumen.
Berdasarkan hasil uji petik terhadap bukti pertanggungjawaban biaya penginapan perjalanan dinas kepada pihak hotel terdapat perjalanan dinas yang tidak dapat dikonfirmasi.
“Hasil konfirmasi kepada pihak hotel menunjukkan bahwa terdapat pelaksana perjalanan dinas menginap dengan harga yang tertera pada bill hotel dibuat lebih tinggi dari yang seharusnya senilai Rp174.829.800,” sebut BPK NTB dikutip dari dokumen Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Kabupaten Bima tahun 2021 yang didapat media ini.
Selisih pembayaran penginapan hotel hingga ratusan juta itu ditemukan dari SPJ 58 orang pelaksana perjalanan dinas. Modusnya, rata-rata mereka menaikan tarif hotel per malam. Sementara tarif tersebut tidak sesuai database hotel.
Selain itu, BPK menemukan kelebihan pembayaran Rp171.689.000. Kali ini modusnya tidak menginap di hotel tetapi uangnya cair.
Masih dikutip dari LHP BPK, berdasarkan wawancara dan konfirmasi yang juga dilakukan kepada pelaksana perjalanan dinas, diketahui terdapat pelaksana perjalanan dinas yang tidak menginap di hotel saat pelaksanaan perjalanan dinas.
Pembayaran penginapan tersebut ditemukan untuk 65 kali pelaksanaan perjalanan dinas. Bukan hanya tidak menginap, namun mereka menaikan tarif penginapan di hotel. (tim)