Katada

Dua Terdakwa Kasus Korupsi Alat Metrologi Disperindag Dompu Dituntut 1 Tahun 9 Bulan

Terdakwa Yanrik dan Iskandar dituntut 1 tahun 9 bulan pada persidangan di Pengadilan Tipikor Mataram, Senin (13/11).

Mataram, katada.id – Terdakwa kasus korupsi pengadaan alat metrologi Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Dompu, Nusa Tenggara Barat (NTB) Iskandar menjalani sidang dengan agenda pembacaan tuntutan di Pengadilan Tipikor Mataram, Senin (13/11).

Mantan Kabid Perdagangan Disperindag Dompu ini direndah. Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut terdakwa Iskandar dengan pidana penjara 1 tahun 9 bulan.

“Menyatakan majelis hakim agar menjatuhkan hukuman pidana kepada terdakwa satu tahun sembilan bulan dikurangi dengan masa tahanan yang dijalani terdakwa,” kata JPU Putu Cakra Ari Perwira membacakan tuntutannya.

Terdakwa Iskandar juga dituntut membayar denda Rp 100 juta subsider 6 bulan kurungan. Ia dibebaskan dari membayar uang pengganti.

Terdakwa Yandrik juga menjalani sidang tuntutan. Rekanan pengadaan alat metrologi ini dituntut dengan hukuman yang sama dengan Iskandar. “Meminta Majelis hakim menjatuhkan hukuman kepada terdakwa Yanrik dengan pidana penjara selama 1 tahun 9 bulan,” ucap JPU.

Terdakwa Yandrik juga dituntut dengan pidana denda Rp 50 juta subsider 3 bulan kurungan. JPU menuntut juga agar Yandri 135.581.900 subsider 11 bulan kurungan. ’’Karena seluruh pembayaran atas pengadaan diterima Yanrik,’’ bebernya.

JPU menyatakan dua terdakwa terbukti pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-undang RI Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-undang RI Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Sebagai informasi, dalam kasus ini, pemenang lelang dari proyek ini adalah CV Fahriza. Perusahaan itu muncul sebagai pemenang dengan nilai penawaran Rp 1,42 miliar.

Jaksa penuntut umum dalam dakwaan mengungkap adanya persekongkolan jahat antara Sri Suzana dengan bawahannya, Iskandar yang lebih dahulu mendapatkan amanah dari Muhammad, Kepala Disperindag Dompu.

Persekongkolan itu berkaitan dengan tugas dan tanggung jawab Sri Suzana sebagai pengguna anggaran dari pelaksanaan proyek tahun 2018 yang menggunakan dana alokasi khusus Kementerian Perdagangan RI sebesar Rp 1,5 miliar.

Sri Suzana terungkap meminta Iskandar sebagai pejabat pelaksana teknis kegiatan (PPTK) untuk menyusun dokumen rencana pelaksanaan pengadaan berupa spesifikasi teknis, harga perkiraan sendiri (HPS), dan kerangka acuan kerja.

Iskandar yang juga menjadi terdakwa dalam perkara ini terungkap menyusun dokumen kelengkapan tersebut tidak sesuai ketentuan, salah satunya dalam menetapkan nilai HPS tanpa survei dan komunikasi secara langsung kepada distributor barang.

Dengan adanya persoalan itu, jaksa penuntut umum menyatakan dalam dakwaan bahwa hasil pekerjaan proyek tidak sesuai dengan spesifikasi pengadaan hingga muncul hasil audit inspektorat dengan nilai kerugian Rp 384 juta dari total anggaran Rp 1,5 miliar. (ain)

Exit mobile version