Bima, katada.id – Empat terdakwa pembunuhan anggota Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Jakariah warga Desa Tolouwi, Kabupaten Bima menjalani sidang dengan agenda pembacaan tuntutan di Pengadilan Negeri (PN) Mataram, Kamis (26/10).
Empat terdakwa adalah Subhan alias Ongki, A. Manan alias Mansyur, Ibrahim alias Turi, dan Suparman. Mereka dituntut dengan pidana penjara masing-masing seumur hidup.
Tuntutan dibacakan secara bergilir jaksa penuntut umum (JPU) Syahrur Rahman, Farhan Zamzam, Jehan Nurul, dan Izza Aulia. Dalam tuntutannya, JPU menyatakan empat terbukti bersalah melakukan tindak pidana dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain.
’’Menjatuhkan pidana terhadap mereka terdakwa, oleh karena itu dengan pidana penjara masing-masing seumur hidup,’’ kata JPU saat membacakan tuntutan di hadapan Ketua Majelis Hakim Firdaus didampingi Hakim Anggota Burhanudin dan Sahriman.
Dalam uraian tuntutan JPU, awalnya terdakwa Subhan berangkat dari Dusun Wane menuju Desa Tolouwi untuk menjemput adiknya sekitar pukul 09.00 Wita, Senin (20/2). Karena sepeda motor mogok, Subhan langsung ke bengkel. Sedangkan adiknya berangkat ke Dusun Wane dengan menumpang sepeda motor yang lain.
Setelah sepeda motornya diperbaiki, Subhan langsung kembali ke Dusun Wane. Saat melintas di sekitar depan rumah korban, ia mendengar suara mesin chainsaw yang sedang memotong/menebang pohon .
Lalu, Subhan menoleh ke arah sumber suara mesin tersebut dan melihat sudah tidak ada pohon mangga di atas tanah kebun yang digarap atau dikelola orang tuanya, A. Manan. Kemudian Subhan melanjutkan perjalanannya menuju Dusun Wane dan mendatangi A. Manan di kebun tempat menanam bawang.
Di situ, Subhan memberitahukan kepada A. Manan bahwa pohon mangga telah ditebang tersebut. Mendengar itu, A. Manan mengajak anak kandungnya Ibrahim dan menantunya Suparman, serta Subhan pergi mengecek pohon mangga yang telah ditebang tersebut.
Sesampainya depan kebun, Subhan Cs berjalan kaki menuju lokasi pohon mangga yang telah ditebang tersebut. Saat itu, mereka berpapasan dengan operator mesin chainsaw yang sedang memotong pohon mangga, Jafar alias Dae La Ada.
Mereka menanyakan kepada saksi Jafar siapa yang menyuruh menebang pohon mangga. Saksi pun menjawab disuruh korban Jakariah.
Selanjutnya, mereka bersama-sama pergi ke rumah korban untuk mempertanyakan gerangan menebang pohon mangga tersebut. Sebelum sampai di rumah korban, A. Manan melihat dan menemui istri korban, Sorban yang sedang melihat bongkar muatan pasir di sebelah kandang sapi miliknya.
Saat itu, A. Manan mempertanyakan perihal menebang pohon mangga di atas tanahnya, sembari memaki Sorban dengan bahasa kasar. Saksi Sorban menjawab jika dirinya tidak mengetahui tanah tersebut milik A. Manan. Karena ia membeli tanah tersebut dari Jafa Wingku.
Setelah itu, Sorban bergegas pulang ke rumahnya yang diikuti A. Manan dengan berjalan kaki sambil marah-marah. Saat tiba di rumahnya, saksi Sorban melihat Subhan, Ibrahim, dan Suparman sudah duduk di emperan rumah bersama korban. Masing-masing terdakwa sudah membawa sebilah parang (masih dalam pencarian).
Saat korban Jakariah dengan Subhan, Suparman, dan Ibrahim mengobrol di emperan rumah, tiba-tiba terdakwa A. Manan mengamuk dengan cara memukul-mukul dan menggoyangkan pagar rumah korban menggunakan tangannya. Sembari ia berteriak ’’bunuh aja dia.’’.
Setelah itu, terdakwa Ibrahim berdiri dari tempat duduknya dan berjalan ke arah korban yang sedang memegang handphone, lalu membacok korban dan mengenai di bagian kepala. Kemudian diikuti terdakwa Subhan dengan membacok kepala korban satu kali. Lalu menusuk perut korban dengan menggunakan sebilah parang.
Terdakwa Suparman juga membacok ke arah tubuh korban. Sementara, terdakwa A. Manan yang sebelumnya berada di luar dekat pagar, berlari naik ke atas emperan, kemudian ikut serta membacok korban.
Saat itu korban sudah tidak dapat lagi melakukan perlawanan hingga akhirnya terduduk bersandar di tembok dengan kondisi tidak sadarkan diri. Kemudian, para terdakwa mengambil handphone dan jam tangan korban.
Setelah menghabisi, terdakwa A. Manan menyuruh anak-anaknya untuk membunuh saksi Sorban. Mendengar itu, Sorban segera berlari menyelamatkan diri. Para terdakwa mengejar Sorban sampai ke arah jalan raya. Namun Sorban dapat tertolong, karena saksi Mustafa datang menghadang/menghalau terdakwa Ibrahim dan A. Manan.
Para terdakwa pun meninggalkan lokasi kejadian. Sementara, Sorban dapat menyelamatkan diri ke arah utara menuju jembatan Nipo. Ia bersembunyi di bawah jembatan. (ain)