Katada

Gunung Tambora Harus Jadi Situs Sakral dan Brand Dunia

Gubernur NTB, Dr. Zulkifliemasyah saat membuka acara festival Geopark Tambora di Kaki Gunung Tambora, Selasa (6/4).

Dompu, katada.id – Gubernur NTB Dr. Zulkifliemasyah berharap Gunung Tambora tidak hanya dikunjungi masyarakat Bima, Dompu dan NTB. Tetapi harus bisa menjadi daya tarik masyarakat dunia.

Tepat 206 tahun lalu, 5 April 1815 letusan api Gunung Tambora dalam catatan sejarah mampu mengguncang dunia dan menghentikan perang dingin di dunia Eropa. Dengan letusan yang dahsat itu membuat tambora ini tidak henti-hentinya disejarahkan orang luar seperti di negara-negara barat.

“Tahun 1996 saya mengunjungi desa terkecil bagian utara di Scodland. Di sana ada salah satu gua kecil tempat dimana orang bercerita dan mensimulasi sejarah letusan Gunung Tambora. Tetapi untuk sampai ke dalam gua itu orang harus ngantri panjang hanya untuk mendengar bagaimana cerita dahsat letusan Gunung Tambora di NTB ini,” ucap Gubernur NTB, Dr. Zulkifliemasyah saat membuka acara festival Geopark Tambora di Kaki Gunung Tambora, Selasa (6/4).

Dengan demikian, kata Bang Zul sapaan akrabnya, Tambora tidak hanya  sekedar nama hotel dan  gunung tua yang pernah meletus ratusan tahun lalu. Tetapi  Tambora harus dijadikan situs sakral untuk dikunjungi masyarakat secara berkelanjutan.

“Tidak hanya dikunjungi masyarakat Dompu, Bima dan NTB, tetapi tempat ini menjadi tempat sakral dikunjungi masyarakat dunia,” ucapnya.

Bagi mereka yang menghargai peradaban, letusan Tambora bukan sekedar letusan gunung tua yang menghidangkan perubahan iklim dunia bertahun-tahun tanpa musim panas; dingin berkepanjangan. Bagi mereka yang menghargai sejarah, dengan letusan tambora itu dapat dijadikan inspirasi, renungan panjang bagi umat manusia.

“Menjadi renungan agar kita punya keberanian untuk bercita-cita bisa menjadikan Tambora ini betul-betul menjadi tempat yang senangi orang untuk mengunjunginya. Syaratnya tentu toiletnya harus lengkap, bersih dan masyarakatnya ramah-ramah,” kata Bang Zul, mengingatkan Pemda Dompu agar Tambora ini bisa dikemas dengan indah dan bagus.

Sebagai pengingat, pada tahun 1812, gunung Tambora menjadi lebih aktif, dengan puncak letusannya terjadi pada bulan April tahun 1815. Besar letusan ini masuk ke dalam skala tujuh Volcanic Explosivity Index (VEI), dengan jumlah semburan tefrit sebesar 1.6 × 1011 meter kubik. Karakteristik letusannya termasuk letusan di lubang utama, aliran piroklastik, korban jiwa, kerusakan tanah dan lahan, tsunami dan runtuhnya kaldera. Letusan ketiga ini memengaruhi iklim global dalam waktu yang lama.

Aktivitas Tambora setelah letusan tersebut baru berhenti pada tanggal 15 Juli 1815. Aktivitas selanjutnya kemudian terjadi pada bulan Agustus tahun 1819 dengan adanya letusan-letusan kecil dengan api dan bunyi gemuruh disertai gempa susulan yang dianggap sebagai bagian dari letusan tahun 1815.

Letusan ini masuk dalam skala kedua pada skala VEI. Sekitar tahun 1880 ± 30 tahun, Tambora kembali meletus, tetapi hanya di dalam kaldera.  Letusan ini membuat aliran lava kecil dan ekstrusi kubah lava, yang kemudian membentuk kawah baru bernama Doro Api Toi di dalam kaldera.

Sejauh ini Gunung Tambora masih berstatus aktif. Kubah lava kecil dan aliran lava masih terjadi pada lantai kaldera pada abad ke-19 dan abad ke-20. Letusan terakhir terjadi pada tahun 1967, yang disertai dengan gempa dan terukur pada skala 0 VEI, yang berarti letusan terjadi tanpa disertai dengan ledakan.

Juga fakta menarik dari letusan Gunung  Tambora tersebut dalam beberapa literatur  diantaranya memusnahkan Peradaban Tiga Kerajaan dan ‘Pompeii Dari Timur’, Mempengaruhi Iklim Global Selama Beberapa Tahun, Penyebab Kalahnya Napoleon Bonaparte Dalam Peperangan, Melahirkan Novel Epic Frakeinstein, Lahirnya Puisi Darkness atau Kegelapan dan Lahirnya Cikal Bakal Sepeda. (rif)

Exit mobile version