Katada

Hakim Marahi Ipar Eks Wali Kota Bima, Ancam Jadikan Tersangka dan Tahan

Muhammad Makdis dimarahi hakim dalam persidangan terdakwa Muhammad Lutfi di Pengadilan Tipikor Mataram, Jumat (22/3).

Mataram, katada.id – Sidang pemeriksa saksi terdakwa kasus suap dan gratifikasi pada pengadaan barang dan jasa Pemkot Bima Rp 1,9 miliar yang menyeret eks Wali Kota Bima Muhammad Lutfi berlangsung tegang, Jumat (22/3).

Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Mataram Putu Gde Hariadi memarahi saksi Muhammad Maqdis, yang merupakan mantan adik ipar dari Eliya atau istri Lutfi.

Hakim meradang karena dalam persidangan Makdis menyebut sejumlah saksi yang diperiksa sebelumnya sebagai gerombolan penipu. Hal itu berawal dari pernyataan Makdis saat ditanya oleh Hakim anggota perihal PT Risalah Jaya Kontruksi bisa memenangkan pekerjaan Jalan Nungga-Roloweri. Sementara, saat itu perusahaan tersebut tidak punya pengalaman pekerjaan jalan. “Kenapa bisa menang, kan tidak ada pengalaman kerjakan jalan,” tanya hakim.

Makdis mengatakan bahwa PT Risalah Jaya bisa menang, karena saat itu kurang peminat. “Yang ikut tender bukan saya, tapi Rofiko. Yang suruh Rofiko ikut tender bukan saya. Saya gak tahu (Rofiko ikut tender),” katanya.

Hakim pun menanyakan mengenai siapa yang modalin Rofiko. Karena menurut Makdis, Rofiko tidak punya apa-apa dan dia yang modalin pada pekerjaan jalan tersebut. “Saudara yang bayar material, sewa alat berat. Kata saudara, semuanya Rofiko, apakah saudara yang suruh Rofiko?,” tanya hakim. Makdis tidak banyak menjawab. “Saya tidak tahu,” jawab makdis.

Ditanya kenal dengan Ririn Kurniati (Kabid Bina Marga PUPR Kota Bima) dan Ismunandar (Kepala Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi BPBD Kota Bima), Makdis mengaku pernah meminta bantuan kepada Ismunandar untuk gambar masjid di Lombok. “Saya tiga kali bertemu, dia datang pinjam uang ke saya. Dan dia juga mengaku sering diintimidasi Rofiko,” kat Makdis.

Hakim mempertanyakan pula bahwa Makdis pernah memanggil Ririn dan Ismunandar di rumahnya. Seingat dia, tidak pernah panggil bersamaan Ismunandar dan Ririn.

Hakim pun mengingatkan keterangan kesaksian Ismunandar dan Ririn pada persidangan sebelumnya. Karena kesaksian Makdis dengan dua saksi sebelumnya ini tidak sesuai.

“Saya bacakan lagi keterangan Ismunandar. ‘Makdis menyampaikan bahwa untuk pekerjaan pembangunan jalan dan PJU di BPBD tahun 2019 milik saudara (Makdis), sedangkan jaringan air bersih dan sanitasi lingkungan milik Amsal Sulaiman’,” kata hakim mengingatkan keterangan Ismunandar dan Ririn kepada Makdis.

Namun Makdis membantah pernah memanggil Ismunandar dan Ririn secara bersamaan. “Saya gak pernah, saya gak merasa, saya tidak punya kapasitas (mengatur proyek),” kelitnya.

Hakim mengingatkan lagi bahwa pengakuan tersebut disampaikan Ismunandar dan Ririn pada persidangan sebelumnya. “Ini dua orang yang cerita, saudara sendirian. Dari kami sidang Februari sampai hari ini, begitu kata mereka. Kalau mereka bohong semua, gak taulah,” kata hakim.

Makdis pun menjawabnya dengan menyebut mereka gerombolan penipu. “Mereka itu gerombolan,” jawabnya.

Hakim menegaskan lagi mengenai penyebutan gerombolan tersebut? “Gerombolan penipu,” tegas Makdis menjawab pertanyaan hakim.

“Loh Banyak sekali gerombolan penipu, berarti KPK ditipu sama gerombolan itu. Apakah saudara menipu, ini puasa, jujur-jujuran. Kenapa mau ditipu?,” tanya hakim lagi.

“Saya tidak pernah menipu. Saya sering ditipu oleh mereka. Saya tahu ditipu setelah kerja sama mereka,” ungkap Makdis.

Mendengar jawaban Makdis, Ketua Majelis Hakim Putu Gde Hariadi memarahinya. “Di awal majelis sudah ingatkan, saudara membenarkan diri sendiri. Kemudian saudara sebut saksi (Rofiko cs) gerombolan penipu. Ini palu menempatkan saudara sebagai tersangka. Hari ini saudara ndak pulang (ditahan) kalau ketok palu ini. Kita ndak main-main. Kita sudah mengingatkan dari awal persidangan,” ucap hakim sambil menunjukan palu persidangan.

“Majelis ini dari awal sidangkan, makanya kami tanyakan hal itu. Jadi jangan nuduh orang gerombolan penipu. Majelis hakim yang menyidangkan saja tidak pernah mengatakan kau bohong, kamu bohong, bohong ini. Kalau belum pernah sidang jangan begitu. Etikanya begitu. Majelis ingatkan itu,” kata Hariadi.

Makdis hanya bisa minta maaf usai dimarahi hakim. Dengan alasan, ia baru kali pertama menjalani sidang.

“Saya mohon maaf. Ini pertama dan terakhir (sebut gerombolan penipu). Saya baru sekali ini ikut sidang, makanya saya tidak. Saya mohon maaf,” katanya. (ain)

Exit mobile version