Bima, katada.id – Mantan Gubernur NTB Dr. Zulkieflimansyah angkat bicara soal kehebohan stas khusus (Stafsus) karena menjadi sorotan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). “Heboh Staf Khusus,” katanya via akun facebooknya Bang Zul Zulkieflimansyah.
Ia mengaku stafsus di era kepemimpinannya dan Wakil Gubernur Sitti Rohmi Djalilah sudah diberhentikan empat bulan yang lalu.
“Sebenarnya enggan untuk mengomentari berbagai isu seputar masalah staf khusus ini. Karena sejak bulan Juni 2023 bukan hanya staf khusus tapi semua staf yg ada kaitannya dengan Zul Rohmi sudah saya berhentikan,” terangnya
Ia menegaskan sudah mengecek ke BPK dan tidak ada indikasi temuan terhadap keberadaan stafsus.
“Bahwa apa yang disampaikan beberapa teman-teman di media, setelah saya cek ke BPK, ternyata BPK kemarin melakukan exit pemeriksaan pendahuluan, dan kata teman-teman BPK sama sekali tidak membicarakan hal tersebut. Bahkan di indikasi temuan tidak ada,” ujarnya.
“Tapi apapun hasilnya, kalau hasil pemeriksaan pendahuluan, dari pengalaman kami yang sudah-sudah memang etikanya tidak boleh terpublikasi, karena belum ditindaklanjuti dengan pemeriksaan yang lebih detail dan terperinci dan kemudian diserahkan ke DPRD,” katanya.
Menurut Dr. Zul, dari pengalamannya berinteraksi dengan BPK sejak di DPR dulu sampai menjadi gubernur, pastikan info tersebut bukan dari tim pemeriksa. Karena itu melanggar kode etik menyampaikan hasil pendahuluan.
“Tapi karena memang ini tahun politik dan sudah dekat pemilu dan pilkada ya biasa lah kalau di goreng-goreng dikit,” tandasnya dibumbui emoji senyum.
Sebelumnya menyoroti pengeluaran terkait staf khusus (stafsus) Gubernur dan Wakil Gubernur NTB periode 2018-2023. Dalam sebuah pertemuan Exit Meeting dengan Pemerintah Provinsi NTB, yang diadakan pada Jumat (29/9), pelaksana harian Sekretaris Daerah NTB, Muhammad Nasir mengungkapkan bahwa gaji para stafsus menjadi salah satu topik yang dibahas.
Saat pertemuan berlangsung, BPK NTB mengajukan pertanyaan tentang kontribusi dan manfaat yang telah diberikan oleh stafsus selama periode tersebut. Puluhan stafsus tersebut telah ditempatkan di berbagai OPD, seperti Bappeda NTB, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) NTB, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) NTB, dan Dinas Pariwisata NTB. Namun, BPK NTB meminta Pemerintah Provinsi NTB untuk mengevaluasi kinerja dan penggajian stafsus ini.
Nasir mengaku terkejut saat mengetahui bahwa puluhan stafsus digaji sebesar Rp 4 juta hingga Rp 5 juta. Jumlah yang dinilai tinggi jika dibandingkan dengan gaji tenaga non-ASN lainnya. “Untuk gaji mereka saja dalam setahun bisa menghabiskan APBD lebih dari Rp 2 miliar,” ungkapnya. (ain)