Katada

Hukuman Eks Kepala Disperindag Dompu Sri Suzana Naik Jadi 2 Tahun Penjara

Terdakwa Sri Suzana saat menjalani sidang di Pengadilan Tipikor Mataram, belum lama ini. (Istimewa)

Mataram, katada.id –  Hukuman mantan Kepala Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan (Koperindag) Hj. Sri Suzana lebih berat di tingkat banding.

Hakim Pengadilan Tinggi Nusa Tenggara Barat (NTB) menjatuhkan vonis terhadap Sri Suzana selaku terdakwa perkara korupsi pengadaan alat metrologi dan sarana prasarana tahun 2018 dengan hukuman 2 tahun penjara.

“Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Hj. Sri Suzana dengan pidana penjara selama 2 tahun dan denda Rp 50 juta subsider 3 bulan penjara,” ucap Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tinggi NTB H. Heru Mustofa dikutip dalam amar putusannya, Sabtu (9/3).

Majelis hakim yang beranggotakan Cening Budiana dan Diah Susilowati menyatakan uang sebesar Rp 167 juta yang disetor terdakwa di Kas Daerah Dompu pada tanggal 14 April 2023 sebagai uang pengganti Kerugian Negera.

“Menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang dijalani terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan,” terangnya.

“Menetapkan agar terdakwa tetap berada dalam tahanan kota,” katanya.

Sebelumnya di persidangan Pengadilan Tipikor Mataram, terdakwa Hj. Sri Suzana divonis 12 bulan penjara. Selain pidana penjara, terdakwa juga dibebankan membayar denda sebesar Rp 50 juta subsider 3 bulan kurungan penjara.

Sebagai informasi, pengadaan alat metrologi dimenangkan CV Fahriza. Perusahaan itu muncul sebagai pemenang dengan nilai penawaran Rp 1,42 miliar.

Jaksa penuntut umum dalam dakwaan, mengungkap adanya persekongkolan jahat antara Sri Suzana dengan bawahannya, Iskandar yang lebih dahulu mendapatkan amanah dari Muhammad, Kepala Disperindag Dompu sebelum Sri Suzana sebagai pejabat pelaksana teknis kegiatan (PPTK).

Persekongkolan itu berkaitan dengan tugas dan tanggung jawab Sri Suzana sebagai pengguna anggaran dari pelaksanaan proyek tahun 2018 yang menggunakan dana alokasi khusus Kementerian Perdagangan RI sebesar Rp 1,5 miliar.

Sri Suzana terungkap meminta Iskandar sebagai PPTK untuk menyusun dokumen rencana pelaksanaan pengadaan berupa spesifikasi teknis, harga perkiraan sendiri (HPS), dan kerangka acuan kerja.

Iskandar yang juga menjadi terdakwa dalam perkara ini terungkap menyusun dokumen kelengkapan tersebut tidak sesuai ketentuan, salah satunya dalam menetapkan nilai HPS tanpa survei dan komunikasi secara langsung kepada distributor barang.

Dengan adanya persoalan itu, jaksa penuntut umum menyatakan dalam dakwaan bahwa hasil pekerjaan proyek tidak sesuai dengan spesifikasi pengadaan hingga muncul hasil audit inspektorat dengan nilai kerugian Rp 398 juta dari total anggaran Rp 1,5 miliar. (ain)

Exit mobile version