Jadi Atensi Jaksa Agung, Kasus Korupsi Aset Gili Trawangan Diminta Segera Dituntaskan

0
Kapuspenkum Kejagung RI, Ketut Sumedana. (Dok Kejagung)

Mataram, katada.id –  Penyidikan korupsi aset milik Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) berupa lahan seluas 65 hektare yang berada di kawasan wisata Gili Trawangan, Kabupaten Lombok Utara, menjadi atensi Jaksa Agung, ST Burhanuddin.

“Jaksa Agung sudah mendapatkan informasi penanganan perkara aset Gili Trawangan. Jadi, Jaksa Agung berkomitmen untuk menyelesaikan perkara ini,” tegas Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung I Ketut Sumedana di Kejati NTB, Selasa (29/11/2022).

Jaksa Agung mendapatkan informasi penanganan perkara tersebut ketika melaksanakan kegiatan pengarahan kepada seluruh jajaran jaksa di Kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB. Sumedana menjelaskan, dari informasi bidang Pidana Khusus Kejati NTB, penanganan perkara korupsi aset ini sedang berjalan di tahap penyidikan.

“Jika ada saksi yang tidak mau memenuhi panggilan, Jaksa Agung memerintahkan penyidik untuk segera melayangkan panggilan paksa,” ungkapnya.

Kasus korupsi aset limpahan dari bidang Intelijen Kejati NTB ini mulai disidik awal tahun 2022. Kepala Kejati NTB Sungarpin menerbitkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) Nomor: Print-02/N.2/Fd.1/02/2022, tanggal 9 Februari 2022.

Namun, sejak penanganan masuk penyidikan, pemeriksaan saksi baru dilaksanakan pada 25 Oktober 2022. Pemeriksaan saksi ini sebelumnya terungkap sesuai adanya surat panggilan saksi bernama Marwi yang diterbitkan Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat dengan Nomor: SP-1116/N.2.5/Fd.1/10/2022, tanggal 21 Oktober 2022.

Dalam surat yang ditandatangani Asisten Pidana Khusus Kejati NTB Ely Rahmawati, meminta Marwi hadir menghadap tim penyidik Ema Mulyawati pada Selasa (25/10). Lokasi pemeriksaan Marwi sebagai saksi tertulis di Kantor Kepolisian Sektor (Polsek) Pemenang, Kabupaten Lombok Utara. “Nanti kalau masih lama penanganannya, kami supervisi,” tegas mantan Kajari Mataram ini.

Sumedana meminta agar media massa tetap memantau perkembangan dari penanganan perkara ini. “Jaksa Agung juga telah memerintahkan kepada jajaran di NTB agar selalu menyampaikan perkembangan dari penanganan perkara ke media massa,” ucapnya.

Sementara, Asisten Pidana Khusus Kejati NTB Ely Rahmawati masih enggan memberikan keterangan dari perkembangan perkara tersebut. Ia menyarankan untuk langsung mendapat informasi perkembangan dari Kajati NTB, Sungarpin. “Bukan kewenangan saya itu. Tanya Kajati NTB saja,” kata Ely.

Dalam kasus ini, Kejati NTB menemukan penyimpangan dalam pengelolaan aset Pemprov NTB tersebut. Lahan seluas 65 hektare ini diduga disewakan serta diperjualbelikan. Lahan tersebut objek kerja sama Pemprov NTB dengan PT GTI sejak tahun 1995 sampai 2021.

Satu bidang lahan ada yang disewakan Rp800 juta sampai Rp1 miliar per tahun. Pihak yang menyewakan lahan dipastikan tidak memiliki alas hak. Sebab, lahan tersebut merupakan aset Pemprov NTB dalam bentuk Hak Pengelolaan Lahan (HPL).

Sejauh ini, Kejati NTB sudah mengantongi sejumlah dokumen sebagai bukti dugaan jual beli dan penyewaan lahan. Dokumen ini memuat pernyataan jual beli dan sewa lahan. Dalam dokumen itu juga tertera tanda tangan pejabat pemerintah desa.

Perjanjian jual beli lahan di area seluas 65 hektare ini teridentifikasi tidak sah. Sebabnya, pemberi sewa lahan hanya menguasai secara fisik. Sementara lahan tersebut merupakan aset Pemprov NTB dengan alas hak Hak Pengelolaan Lahan (HPL).

Sementara, di atas lahan tersebut, berdiri sejumlah usaha jasa penginapan, perniagaan, restoran, serta tempat hiburan. Sekurangnya 80 persen dari total lahan dikuasai pihak lain yang tidak berhak mengelola lahan tersebut. (ain)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here