Mataram, katada.id – Kejati NTB memperpanjang masa penahanan dua orang tersangka kasus dugaan korupsi dana kredit usaha rakyat (KUR) Bank Negara Indonesia (BNI) pada sektor pertanian di Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB).
Sebelumnya, mantan kepala BNI Mataram, Amirudin dan Direktur PT ABB, Lalu Irham ditahan selama 20 hari di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Mataram. Yakni dari 7-26 Oktober 2022.
Kasi Penerangan Hukum Kejati NTB, Efrien Saputera menerangkan, masa penahanan dua tersangka akan habis lusa. Karena itu, penyidik memutuskan untuk memperpanjang masa penahanan. “Diperpanjang selama 40 hari,” terang Efrien, Senin (24/10/2022).
Perpanjangan masa penahanan terhitung mulai 27 Oktober hingga 7 Desember. Alasan penyidik Kejati NTB agar mempermudah proses penyidikan. Karena saat ini, pihak kejaksaan sedang merampungkan perhitungan kerugian negara. “Potensi kerugian negara dari perhitungan mandiri sekitar Rp29 miliar lebih,” tandasnya.
Dua tersangka dijerat Pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 jo pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Selama proses penyidikan, Kejati NTB telah memeriksa 160 petani dari 789 petani penerima dana KUR BNI. Selain petani, penyidik juga telah memeriksa Wakil Bupati Lombok Timur, H. Rumaksi selaku ketua HKTI NTB.
Dari 789 petani penerima KUR BNI, ada menerima sepenuhnya dalam bentuk uang, ada yang diterima sebagiannya, ada juga yang nol. Serta ada pula yang terima dalam bentuk Saprodi (sarana produksi) tapi tidak sesuai dengan fungsinya.
Sebagai informasi, kasus dugaan korupsi ini dana KUR BNI ini bermula pada bulan Agustus 2020. Ketika itu, dirjen salah satu kementerian melakukan pertemuan dengan para petani di wilayah selatan Lombok Timur. Dalam pertemuan itu, dirjen tersebut memberitahukan terkait adanya program KUR untuk para petani.
Informasi itu lalu ditindaklanjuti dengan pengajuan nama petani yang diusulkan mendapatkan kredit itu. Untuk petani jagung sekitar 789 orang yang tersebar di 5 desa di Kecamatan Jerowaru. Yang paling banyak adalah petani jagung di Desa Ekas Buana dan Sekaroh Kecamatan Jerowaru. Setiap petani dijanjikan pinjaman sebesar Rp 15 juta per hektar dengan total luas lahan mencapai 1. 582 hektar.
Para petani yang terdata sebagai penerima KUR diwajibkan untuk menandatangani berkas-berkas pendukung untuk kelancaran pengajuan pinjaman tersebut. Proses penandatanganan dilakukan oleh petani jagung di 5 desa di wilayah Kecamatan Jerowaru yang melibatkan pihak ketiga atau off taker. Yaitu PT ABB serta oknum pengurus HKTI NTB sebagai mitra pemerintah dan Bank BNI Cabang Mataram sebagai mitra perbankan dalam penyaluran KUR.
Saat proses pengajuan KUR ini, pihak BNI yang langsung turun meminta tanda tangan para petani dengan dilengkapi berkas pinjaman. Skema KUR tani melibatkan pihak ketiga atau off taker, yaitu PT ABB. Perusahaan atau off taker ini kuat dugaan ditunjuk langsung dari pihak kementerian, termasuk juga salah satu organisasi di NTB yang bergelut di bidang pertanian.
Persoalan mulai muncul ketika sejumlah petani yang ingin mengajukan pinjam di Bank BRI namun tidak bisa diproses. Mereka dinilai keuangannya bermasalah karena memiliki pinjaman dan tunggakan KUR di Bank BNI.
Tunggakan merekapun beragam, mulai dari Rp 15 juta hingga Rp 45 juta. Tergantung dari jumlah luas lahan yang dimiliki. Sementara para petani ini mengaku tidak pernah menerima dana kredit itu. (ain)