Lombok Utara, katada.id – Kejati NTB memanggil saksi kasus dugaan korupsi sewa aset Pemprov NTB di Dusun Gili Trawangan, Desa Gili Indah, Kabupaten Lombok Utara, Selasa (25/10/2022).
Saksi yang dijadwalkan untuk diperiksa sebagai saksi adalah MA. Saksi ini diduga pemberi sewa lahan milik Pemprov NTB.
Berdasarkan surat panggilan Nomor: SP-1116/N.2.5/Fd.1/10/2022, saksi MA menghadiri panggilan pukul 09.00 Wita di Polsek Pemenang, Kabupaten Lombok Utara.
Kapolsek Pemenang, Iptu Lalu Eka Arya M, SH, MH membenarkan Kejati NTB meminjam ruangan untuk pemeriksaan saksi. Namun ia tidak mengetahui siapa saja yang diperiksa. “Ada pemeriksaan memang hari ini. Yang hadir lebih dari satu orang (saksi). Kejaksaan hanya pinjam ruangan saja di Polsek Pemenang,” ungkapnya.
Sementara itu, Kasi Penerangan Hukum Kejati NTB, Efrien Saputera membenarkan ada pemeriksaan saksi. Pihaknya meminjam ruangan polsek di Lombok Utara. “Sedang berlangsung pemeriksaan saksi hari ini. Salah satu saksi yang diperiksa MA,” terangnya.
Hanya saja, Efrien belum mendapat berapa jumlah saksi yang diperiksa. “Saya masih minta data ke Pidsus (Pidana Khusus),” katanya.
Dalam kasus ini, Kejati NTB menemukan penyimpangan dalam pengelolaan aset Pemprov NTB tersebut. Lahan seluas 65 hektare ini diduga disewakan serta diperjualbelikan. Lahan tersebut objek kerja sama Pemprov NTB dengan PT GTI sejak tahun 1995 sampai 2021.
Satu bidang lahan ada yang disewakan Rp800 juta sampai Rp1 miliar per tahun. Pihak yang menyewakan lahan dipastikan tidak memiliki alas hak. Sebab, lahan tersebut merupakan aset Pemprov NTB dalam bentuk Hak Pengelolaan Lahan (HPL).
Sejauh ini, Kejati NTB sudah mengantongi sejumlah dokumen sebagai bukti dugaan jual beli dan penyewaan lahan. Dokumen ini memuat pernyataan jual beli dan sewa lahan. Dalam dokumen itu juga tertera tanda tangan pejabat pemerintah desa.
Perjanjian jual beli lahan di area seluas 65 hektare ini teridentifikasi tidak sah. Sebabnya, pemberi sewa lahan hanya menguasai secara fisik. Sementara lahan tersebut merupakan aset Pemprov NTB dengan alas hak Hak Pengelolaan Lahan (HPL).
Sementara, di atas lahan tersebut, berdiri sejumlah usaha jasa penginapan, perniagaan, restoran, serta tempat hiburan. Sekurangnya 80 persen dari total lahan dikuasai pihak lain yang tidak berhak mengelola lahan tersebut. (ain)