Bima, katada.id – Penyidik Satuan Reskrim Polres Bima telah mengantongi kerugian negara kasus korupsi cetak sawah baru bantuan sarana produksi (Saprodi) pertanian tahun 2016.
Hasil audit BPKP Perwakilan NTB atas bantuan Saprodi tahun 2016 menemukan dana yang riil diterima kelompok tani hanya Rp9.357.231.000 dari total anggaran Rp14.474.000.000. ”Total kerugian negara sebesar Rp5.116.769.000,” ungkap Kasat Reskrim Polres Bima, Iptu Adhar, Minggu (6/6).
Dalam kasus ini, penyidik menetapkan mantan Kepala Dinas Pertanian (Kadis) Pertanian Kabupaten Bima, M. Tayeb sebagai tersangka. Penetapan tersangka setelah dilakukan serangkaian penyelidikan hingga penyidikan. Dari fakta hasil penyidikan atas proyek program cetak sawah baru dan bantuan Saprodi pertanian, penyidik melakukan gelar perkara.
Baca Juga: Korupsi Bantuan Petani, Mantan Kadis Pertanian Bima Ditetapkan sebagai Tersangka
”Hasil gelar perkara penyidik menetapkan tersangka Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Bima yang menjabat tahun 2015 hingga 2016 inisial MT (M. Tayeb, Red),” terang Langkah selanjut, kata Adhar, pihaknya akan mendalami peran pihak lain. Menurutnya tidak menutup kemungkinan akan ada tambahan tersangka. ”Kami masih kembangkan, apakah ada peran tersangka lain dalam kasus ini,” tegasnya.
Ia mengungkapkan, pada tahun 2016, Kabupaten Bima mendapat bantuan cetak sawah baru dan Saprodi yang bersumber dari dana APBN melalui Dirjen PSP Kementrian Pertanian. Bantuan tersebut turun melalui Dinas Pertanian NTB selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan Dinas Pertanian Kabupaten Bima selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
Baca Juga: Diduga Remas Payudara Siswi SMP, Pria di Kota Bima Dilaporkan ke Polisi
Bantuan tersebut di peruntukan kepada kelompok petani yang masuk dalam program cetak sawah baru periode 2015 dan 2016. Setelah itu dibentuklah pejabat pengelolaan anggaran dalam program tersebut. Yakni PA adalah pejabat di Kementrian Pertanian RI. KPAnya adalah Kepala Dinas Pertanian Provinsi NTB. PPK adalah Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Bima. PPSM adalah Sekretaris Dinas Pertanian NTB. Tim Teknis perluasan sawah terdiri dari ketua, sekretaris dan anggota. Terakhir tim pengawas terdiri dari ketua dan anggota serta tim pengawas lapangan yaitu seluruh KUPT Pertanian Kecamatan setempat dengan jumlah kelompok tani sebanyak 241 kelompok.
”Akan tetapi, panitia yang terbentuk terutama yang berada di Kabupaten Bima ini tidak dilibatkan dalam kegiatan dimaksud. Yang mempunyai peranan hanya Kepala Dinas Pertanian, Ketua Tim Teknis perluasan sawah,sekretaris dan 2 orang staf hononer Dinas Pertanian Bima,” ungkap Adhar.
Baca Juga: Gadis di Kota Bima Dicabuli Ayah Kandung Sejak SMP hingga Masuk Kuliah
Sementara, bentuk bantuan pemerintah (Banpem) dengan sistem trasnfer dana yang langsung masuk ke rekening kelompok tani. Dengan dana tersebut kelompok tani membelanjakan benih padi, pupuk dan obat-obatanan sesuai dengan kebutuhannya sebagaimana yang tertuang dalam RUKK (Rencana Usaha Kebutuhan Kelompok). Misalnya benih padi, POC, pupuk urea, pupuk NPK, pestisida/herbisida dan pupuk kandang.
”Kabupaten Bima mendapatkan bantuan sebesar Rp14.474.000.000 . Jumlah penerima bantuan itu sebanyak 241 kelompok tani,” bebernya.
Dana Saprodi milik kelompok tani masuk ke dalam rekiening kelompok tani dan telah dicairkan secara bertahap sebanyak 2 tahapan yaitu 70 persen dan 30 persen. Dengan rincian pencairan, tahap pertama dengan nilai Rp10.139.500.000 dan tahap kedua dengan nilai Rp4.113.100.000.
Baca Juga: Kasus Dana Desa, Polisi Tahan Mantan Kades Lewintana Bima
Proses pencairan di bank wajib membawa surat rekomendasi dari pihak Dinas Pertanian. Setelah kelompok tani datang dengan didampingi Kepala UPT untuk mengambil surat rekomendasi, saat itu Kepala Bidang atas perintah Kadis Pertanian memerintahkan agar kelompok tani datang kembali untuk menyerahkan dana yang diterimanya. Dana itu diserahkan kepada Dinas Pertanian untuk membayar Saprodi kepada pihak ketiga selaku penyedia yang ditunjuk.
”Dinas Pertanian secara sepihak telah menunjuk pihak ketiga selaku penyedia barang Saprodi tanpa sepengetahuan kelompok tani, yang seharusnya kelompok tani punya kemandirian untuk membelanjakan dana yang diterimanya,” tegas Adhar.
Sebagai informasi, Dinas Pertanian menunjuk CV Argo Mitra Sentosa selaku pihak ketiga. Selain itu, Dinas juga menggunakan perusahan lokal untuk memenuhi kebutuhan Saprodi dengan cara mendatangi dan menunjuk perusahan lokal tersebut.
Baca Juga: Dua Terduga Pelaku Pembunuhan PNS DLH Kota Bima Ditangkap saat Bersembunyi di Soromandi
”Ada juga perusahan lokal tapa sepengetahuan pihak dinas langsung menyalurkan Saprodi kepada kelompok tani (terjadi wilayah Kecamatan Wera),” ungkapnya.
Parahnya lagi, Kepala UPT merintahkan kepada kelompok tani penerima bantuan agar menyerahkan kembali uang yang diterimanya kepada dinas untuk membayar saprodi yang telah dipesan. Kelompok tani, Kepala UPT dan Dinas Pertanian Bima mendapatkan aliran dana. Masing-masing Rp97.000 per hektare untuk para UPT, Rp112.000 per hektare untuk para Ketua Poktan dan Rp36.000 per hektar untuk pihak Dinas Pertanian.
Baca Juga: Kabur Usai Rampas HP Ibu-ibu, Penjambret di Bima Tabrak Pejalan Kaki Hingga Tewas
”Kami juga temukan fakta berdasarkan keterangan para saksi, pihak ketiga baik perusahan lokal yang melakukan droping barang terdapat kekurangan volume, khusus Saprodi Rp 2.289.636.000 dan penggunaan dana yang tidak sesuai peruntukkannya,” terangnya. (izl)