Mataram, katada.id – Tersangka Aryanto Prametu kembali tidak hadir memenuhi panggilan penyidik Pidana Khusus Kejati NTB, Rabu (21/4). Direkrut PT Sinta Agro Mandiri (SAM) selaku penyedia pengadaan benih jagung tahun 2017 dijadwalkan diperiksa bersama tersangka Lalu Ikhwan Hubi. Namun Aryanto mangkir dari panggilan tanpa keterangan.
Dalam kasus ini, Kejati NTB menetapkan empat tersangka. Mereka adalah mantan Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) NTB Husnul Fauzi, pejabat pembuat komitmen (PPK) pengadaan benih jagung saat itu I Wayan Wikanaya, Direktur PT Wahana Banu Sejahtera (WBS) Lalu Ikhwan Hubi dan Aryanto Prametu, selaku Direktur PT SAM.
Kasi Penkum dan Humas Kejati NTB, Dedi Irawan dalam siaran persnya menerangkan, tersangka AP (Aryanto Prametu, Red) sebelumnya telah dipanggil secara patut pada pekan lalu untuk hadir diperiksa sebagai tersangka, Rabu (21/4). Namun ternyata tidak memenuhi panggilan Penyidik Kejati NTB alias dinyatakan mangkir.
”Panggilan penyidik pada tersangka AP sudah yang ketiga kalinya, dua kali panggilan terhadap yang bersangkutan tidak hadir karena menderita positif covid-19,” terang Dedi.
Pada panggilan pertama, Aryanto tidak hadir karena terpapar covid-19. Ia menyerahkan surat keterangan positif Covid 19 yang diantar langsung oleh penasihat hukumnya. Surat Keterangan tersebut dari Dokter Rumah Sakit Harapan Keluarga. Sedangkan untuk panggilan kedua, ia masih dinyatakan positif covid-19 berdasarkan surat keterangan dari Dokter RSUD Kota Mataram.
”Untuk panggilan ketiga, ia tidak hadir tanpa keterangan,” ungkapnya.
Atas mangkirnya tersangka Aryanto, penyidik Kejati NTB akan melakukan panggilan kembali. ”Jika tidak hadir tanpa keterangan selama tiga kali berturut maka akan dilakukan upaya paksa,” tegas Dedi.
Sebagai informasi, pengadaan benih jagung ini dilakukan dua tahap melalui Distanbun NTB. Paket pekerjaan pengadaan benih jagung oleh PT. SAM sejumlah 480 ton benih jagung dengan nilai kontrak sebesar Rp17.256.000.000. Sedangkan paket pekerjaan pengadaan benih jagung oleh PT WBS sejumlah 849 ton dengan nilai kontrak sebesar Rp31.763.230.000.
Kerugian negara diperkirakan mencapai Rp15 miliar lebih. Kerugian tersebut hasil perhitungan mandiri penyidik Kejati NTB. Kerugian negara muncul dari dua paket pengadaan tersebut, yakni dari PT SAM Rp8 miliar dan PT WBS Rp7 miliar. (sm)