Mataram, katada.id – Kasus dugaan korupsi dalam pengelolaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) di Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) Nusa Tenggara Barat (NTB) naik ke tahap penyidikan.
Namun peningkatan status penanganan kasus ini tidak diikuti dengan penetapan tersangka.
Kasi Penerangan Hukum Kejati NTB Efrien Saputera membenarkan kasus DBHCHT ditingkatkan dari penyelidikan ke tahap penyidikan. “Iya, berdasarkan hasil gelar perkara, status penanganan kami tingkatkan dari penyelidikan ke tahap penyidikan pidsus,” ungkap Efrien, Jumat (27/10).
Selanjutnya, penyidik sedang mengagendakan pemeriksaan saksi maupun dokumen. “Saksi yang masuk agenda pemeriksaan penyidik para pihak yang sebelumnya diminta keterangan di tahap penyelidikan, itu semua masuk,” terangnya.
Ia tidak memungkiri bahwa para pejabat yang terlibat dalam pengelolaan DBHCHT pada Distanbun NTB masuk dalam daftar pemeriksaan. ’’Begitu juga pihak penyedia barang dan kelompok tani penerima bantuan,’’ kata Efrien.
Penyaluran DBHCHT pada Distanbun NTB yang diduga muncul masalah korupsi itu berlangsung pada tahun anggaran 2022. Salah satunya, berkaitan dengan sarana penunjang produksi pertanian dan perkebunan di NTB, yakni pengadaan bantuan mesin perajang dan tungku oven tembakau yang menelan anggaran Rp 8,3 miliar.
Untuk pengadaan mesin perajang, Distanbun NTB menyisihkan anggaran DBHCHT senilai Rp 2,3 miliar. Nilai tersebut untuk pengadaan 92 unit.
Alat dibagikan kepada kelompok tani tembakau yang tersebar di Kabupaten Lombok Barat, Kabupaten Lombok Tengah, Kabupaten Lombok Timur, dan Kabupaten Sumbawa.
Kemudian, sisa Rp 6 miliar direalisasikan Distanbun NTB untuk pengadaan 300 unit tungku oven tembakau.
Distanbun NTB membagikan alat tersebut kepada kelompok tani tembakau di Kabupaten Lombok Tengah dan Kabupaten Lombok Timur.
Ada dugaan alat tidak dapat digunakan oleh petani karena tidak sesuai kebutuhan. Dugaan lain terkait penyaluran tidak tepat sasaran. (ain)