Kasus Merger PT BPR, Jamwas Periksa Asspidsus Kejati NTB

0
Kajati NTB Arif

MATARAM-Perkara korupsi merger PT bank perkreditan rakyat (BPR) NTB mendapat perhatian Jaksa Agung Muda Pengawasan (Jamwas). Mereka memeriksa Asspidsus Kejati NTB, Ery Ariansyah Harahap.

Ia diperiksa atas laporan penanganan kasus merger BPR NTB yang dinilai tebang pilih. Dalam kasus ini, Ketua Tim Konsolidasi Ikhwan bersama Wakilnya Mutawali sudah divonis. Sedangkan, Mantan Karo Ekonomi Pemprov NTB Manggaukang Raba lolos meski disebutkan dalam pertimbangan putusan hakim punya peran dominan.

Kajati NTB Arif tidak membantah Jamwas memeriksa bidang Pidsus kejati. ”Asspidsus diperiksa. Terkait kasus merger PD BPR NTB,” ungkap Arif saat dikonfirmasi wartawan di kantornya, Kamis (12/9).

Arif tidak mengetahui pasti detail materi pemeriksaan Jamwas. Ia menyarankan untuk konfirmasi ke Asspidsus selaku terperiksa. “Tanya Asspidsus. Biar saya tidak salah jawab,” sarannya.

Informasinya, Jamwas memeriksa bidang pidsus terkait pengembangan tersangka lain dalam kasus merger BPR. Dalam putusan pengadilan tingkat pertama disebutkan adanya peran Manggaukang Raba.

Hanya saja, jaksa tidak mendalami keterlibatan Manggaukang. Arif menjelaskan, jaksa berpatokan pada putusan akhir yakni putusan kasasi, bukan pada peradilan tingkat pertama atau kedua. ”Di Pengadilan Tinggi maupun di Mahkamah Agung tidak menyebut lagi peranan Manggaukang,” dalihnya.

Ia mengaku sudah menerima laporan secara lisan dan sekilas dari tim penyidik. Kata dia, Manggaukang yang bertindak sebagai Pengarah Tim Konsolidasi tidak mengetahui penggunaan anggaran. ”Saya dengar laporannya begitu. Saya tidak tahu secara pasti,” katanya.

Sebagai informasi, putusan kasasi mempertegas putusan banding. Yakni terdakwa Mutawali selaku mantan Wakil Ketua Tim Konsolidasi PD BPR NTB divonis dengan pidana penjara selama 3 tahun 6 bulan dan denda Rp 100 juta subsider tiga bulan. Ia juga dihukum membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp 382,04 juta subsider 1 tahun.

Dalam pertimbangan putusannya, majelis hakim banding menimbang bahwa terdakwa Mutawali dan Ikhwan serta saksi Manggaukang Raba yang berperan sebagai Pengarah Tim Konsolidasi PD BPR NTB memiliki peran yang sangat dominan dalam penggunaan dana konsolidasi di luar ketentuan term of references (ToR).

Ketua Tim Konsolidasi Ikhwan bersama Wakilnya, Mutawali membuat rekayasa bukti-bukti pertanggungjawaban atas arahan atau petunjuk dari saksi Manggaukang Raba. Saksi Manggaukang pun mengetahui dan hadir di rumah Ikhwan saat pembuatan pertanggungjawaban fiktif tersebut.

Pertanggungjawaban fiktif itu di antaranya berupa pembayaran kegiatan rapat di Hotel Aston Inn Mataram sebesar Rp 322,7 juta, daftar terima honor rapat Rp 229 juta, daftar terima honor tim pengkajian akademisi konsolidasi Rp 134,4 juta, serta daftar terima biaya BBM dan sewa mobil Rp 198 juta.

Jumlah keseluruhannya yang kemudian masuk dalam temuan BPKP NTB sebagai kerugian negara itu mencapai Rp 1,08 miliar.

Dana dipakai untuk kebutuhan yang tidak tercantum di dalam ToR konsolidasi. Melainkan sebagiannya digunakan untuk ongkos percepatan perda di Pansus DPRD Provinsi NTB.

Sejumlah dana untuk percepatan perdana senilai Rp200 juta dikeluarkan atas perintah mantan Kepala Biro Ekonomi Setda NTB Manggaukang Raba. Kemudian pengadaan server dan sistem IT sebesar hampir Rp 400 juta tanpa mekanisme pengadaan barang dan jasa. (dae)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here