Katada

Kasus Pemerkosaan Perempuan Disabilitas di Bima Dihentikan Polisi, Keluarga Korban Tuntut Keadilan, Minta Pelaku Diproses

Ilustrasi. (google/net)

Kota Bima, katada.id – Seorang perempuan disabilitas berinisial N (18) asal Desa Rite, Kecamatan Ambalawi, Kabupaten Bima diduga diperkosa. Korban diduga disetubuhi oknum staf desa inisial C.

Kasus tersebut telah dilaporkan ke Polres Bima Kota pada tanggal 15 Agustus lalu oleh orang tua korban, KA. Tetapi penanganan kasus tersebut belum ditingkatkan ke penyidikan.

Pihak Polres Bima Kota sempat mengamankan terduga pelaku CI. Tetapi dilepas lagi karena belum cukup bukti.

Keluarga korban pun mempertanyakan penanganan kasus tersebut. Mereka merasa kecewa kasus berhenti di tengah jalan.

“Kami tuntut keadilan. Minta terduga pelaku diproses secara hukum,” pinta Hajrika, ipar korban kepada wartawan.

Ia menyesal juga polisi melepas terduga pelaku CI. “Sekarang terduga pelaku ada di kampung. Dia tidak ditahan. Sudah dilepas,” bebernya.

Hajrika mengaku pihak keluarga korban sudah menerima surat pemberitahuan perkembangan hasil penyelidikan (SP2HP). Dalam SP2HP tertanggal 1 Oktober, alasan penyidik belum melanjutkan kasus tersebut karena belum cukup saksi.

’’Dari polisi bilang kasus belum bisa naik ke penyidikan. Saksinya masih kurang,’’ terangnya.

Belum Cukup Bukti

Sementara itu, Kasi Humas Polres Bima Kota, Iptu Jufrin menerangkan, kasus tersebut sudah ditangani. Penyidik telah meminta keterangan saksi korban.

Dalam keterangannya, korban mengaku diperkosa oleh C pada Maret 2021 saat pulang buang air besar di sungai. Saat melewati rumah CI, korban ditarik hingga masuk ke dalam kamar dan diduga disetubuhi.

’’Hal itu hanya dari keterangan korban saja. Tidak ada keterangan ataupun petunjuk yang mendukung. Para pihak yang telah dimintai keterangan hanya mendengar cerita dari korban saja,’’ terangnya.

Jufrin menjelaskan umur korban saat kejadian berusia 18 tahun 8 bulan. Hal Itu diketahui dari akta kelahiran dan kartu keluarga. ’’Kalau korbannya sudah berumur dewasa, maka terlapor disangkakan pasal 285 KUHP,’’ ungkapnya.

Sedangkan di dalam pasal 285 KUHP harus ada unsur dengan kekerasan atau ancaman kekerasan. ’’Namun berdasarkan fakta yang ada unsur pasal tersebut tidak bisa terpenuhi. Sehingga penyidik berkesimpulan kasus tersebut belum bisa ditingkatkan ke tahap penyidikan. Dari hasil visum menerangkan tidak ada tanda-tanda kekerasan,’’ pungkasnya. (red)

Exit mobile version