Mataram, katada.id – Dua mahasiswa Fakultas Pertanian dan FKIP Universitas Mataram inisial HW dan S dipanggil oleh pihak Polda NTB, Rabu (11/9). Keduanya diperiksa sekitar tiga jam di ruang penyidik Subdit III Ditreskrimum Polda NTB, dari pukul 10.00 Wita hingga pukul 13.10 Wita.
Dua mahasiswa ini diperiksa kaitan dengan kasus perusakan gerbang kantor DPRD NTB saat demo kawal putusan Mahkamah Konstitusi (MK), Jumat (23/8). Sebelumnya, polisi juga telah memeriksa empat orang mahasiswa.
“Dua mahasiswa tersebut mendapatkan 25 pertanyaan dari penyidik,” kata Tim Pembela Hukum Aliansi Rakyat NTB Melawan (ARNM), Muhamad Paizi di Polda NTB.
Menurutnya, dua mahasiswa ini tidak terlibat dalam perusakan gerbang selatan DPRD NTB pada aksi pengawalan keputusan MK. “Personalnya mereka tidak ada yang tahu persoalan perusakan gerbang itu,” ungkapnya.
Lebih lanjut, ia menerangkan bahwa pihaknya sudah mendampingi enam mahasiswa yang diperiksa Polda NTB dalam kasus perusakan gerbang kantor DPRD NTB. “Sejauh ini yang sudah kami dampingi ada enam orang. Total mahasiswa yang dipanggil sekitar 21 orang. Dari Unram dan kampus lain,” sebutnya.
Ia menegaskan, pihaknya akan terus mendampingi mahasiswa yang akan dipanggil dan diperiksa oleh polisi. Rencananya, pemeriksaan terhadap 15 mahasiswa lain akan berlangsung hingga Sabtu (14/9). “Hari ini ada dua orang. Besok juga ada, sampai hari Sabtu,” jelasnya.
Soroti Sikap Ketua DPRD dan Sekwan
Sementara itu, Tim Pembela Hukum ARNM lainnya, Yan Mangandar Putra yakin enam mahasiswa yang sudah dipanggil tidak terlibat dalam perusakan gerbang selatan DPRD NTB. “Namun saya pastikan dari enam yang sudah diperiksa itu tidak pernah melakukan perusakan gerbang,” tegasnya.
Yan menjelaskan, aksi yang dilakukan oleh mahasiswa adalah bagian dari upaya penyelamatan demokrasi. Menurutnya, aksi tersebut adalah bentuk pengawalan terhadap keputusan MK dan gerakan mengawal demokrasi dan upaya melawan dinasti Presiden Joko Widodo.
“Perusakan itu bukan masalah besar. Karena tugas legislatif untuk melindungi hak konstitusional mereka,” jelasnya.
Yan juga mengkritik sikap Ketua DPRD NTB dan Sekwan DPRD yang dianggap hanya melihat massa aksi dari dalam ruangan ber-AC. “Karena terlalu nyaman di ruangan. Mereka tidak melihat keseriusan mahasiswa mengawal demokrasi. Dari pagi sampai magrib,” tambahnya. (com)