Bima, katada.id – Kasus dugaan penyelewengan pupuk subsidi di Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB) memasuki babak baru. Penyidik Ditreskrimsus Polda NTB telah menetapkan Direktur CV Rahmawati, H. Ibrahim sebagai tersangka.
Penetapan tersangka ini setelah polisi melakukan penyelidikan dan penyidikan yang memakan waktu hampir 1 tahun. Selama proses penanganan kasus pupuk ini, penyidik telah memeriksa sejumlah saksi. Yaitu Sekda Bima HM Taufik HAK selaku Ketua Komisi Pengawasan Pupuk dan Pestisida (K3), Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) Bima Hj Nurma, anggota K3 Bima, dan sejumlah distributor pupuk subsidi wilayah Bima.
H. Ibrahim dinaikan statusnya dari saksi menjadi tersangka baru-baru ini. Ia disangka melanggar pasal 6 ayat 1 huruf a jo pasal 1 sub 1E huruf A Undang-undang Darurat Nomor 7 tahun 1955 tentang Pengusutan, Penuntutan dan Peradilan Tindak Pidana Ekonomi jo pasal 4 huruf a jo pasal 8 ayat 1 dan 2.
Ia juga dijerat melanggar Perpu RI Nomor 8 tahun 1962 tentang Perdagangan Barang-Barang Dalam Pengawasan jo pasal 2 ayat 1, 2, 3 dan 4. Serta melanggar Perpres Nomor 15 tahun 2011 tentang perubahan atas Perpres Nomor 77 tahun 2005 tentang Penetapan Pupuk Bersubsidi sebagai Barang Dalam Pengawasan jo pasal 30 ayat 1 jo pasal 18 ayat 1 dan Permendag RI Nomor 15/M-DAG/PER/4/2013 tentang Pengadaan dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi Untuk Sektor Pertanian.
Penetapan tersangka kasus penyelewengan pupuk subsidi ini diungkap pejabat Ditreskrimsus Polda NTB saat menjawab tuntutan Himpunan Mahasiswa Suku Donggo Mataram (Himasdom), Senin (21/11/2022). “Sudah ada tersangkanya. Berkasnya sudah dilimpahkan kepada kejaksaan untuk diteliti,” ungkap pejabat Ditreskrimsus Polda NTB kepada mahasiswa.
Terpisah, Kasi Penerangan Hukum Kejati NTB, Efrien Saputera membenarkan pihaknya telah menerima berkas tersangka H. Ibrahim. Ia menjelaskan, berkas tersangka sudah dikembalikan ke penyidik atau P19. “Berkas tersangka dikembalikan pekan lalu. Masih ada kekurangan yang perlu dilengkapi lagi,” ungkap Efrien dikonfirmasi wartawan, Selasa (22/11/2022).
Ia mengaku, pengembalian berkas ini untuk pertama kali. Jaksa peneliti sudah menyertakan sejumlah petunjuk dalam P19 tersebut. “Materi petunjuk teknisnya belum bisa kita sampaikan, yang jelas sudah disampaikan ke penyidik,” tandasnya.
Sementara itu, Direktur CV Rahmawati, H Ibrahim yang dikonfirmasi katada.id belum memberikan jawaban atas penetapan tersangka tersebut. Hingga berita ini diturunkan, pesan singkat WhatsApp yang dikirim katada.id belum dibalas, namun ia sudah membacanya.
Sebagai informasi, pada tahun 2021 CV Rahmawati mendapat jatah pupuk subsidi sebanyak 15.000 ton untuk 7 kecamatan. Sementara tahun 2022, jatah pupuk mereka dikurangi menjadi 6.000 ton untuk wilayah Kecamatan Belo, Bolo, Donggo dan Soromandi.
Penyaluran pupuk bersubsidi tahun 2021 diduga bermasalah. Petani mengeluhkan kelangkaan disertai harga pupuk bersubsidi yang mahal.
Selain itu, pupuk bersubsidi jenis urea dijual melebihi HET. Contohnya di Kecamatan Donggo dan Soromandi. Oknum pengecer diduga menjual pupuk urea bersubsidi isi 50 kilogram dengan harga Rp 125 ribu hingga Rp 130 ribu.
Para pengecer juga tidak pernah memberikan nota atau kuitansi pembelian kepada petani. Pupuk bersubsidi juga diduga dijual secara ilegal. Satu sak pupuk urea dilepas seharga Rp 220 ribu. (ain)